Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maulid Nabi SAW, Meneladani Rumah Tangga Nabi

21 November 2018   23:00 Diperbarui: 21 November 2018   23:20 3434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : www.pinterest.com

Tiada pernah kita kehilangan keteladanan, jika kita selalu belajar kepada Nabi akhir zaman Muhammad shallahu 'alaihi wa sallam. Beliau adalah sebaik-baik manusia yang dihadirkan Allah ke muka bumi, untuk menjadi panutan bagi seluruh umat manusia, termasuk dalam kehidupan berumah tangga. Pada postingan kali ini, cukuplah saya nukilkan beberapa arahan dan keteladanan beliau Saw, dalam membina rumah tangga yang sakinah mawadah warahmah serta penuh berkah.

Pertama, Nabi Saw menjadikan akhlak sebagai penyangga kebaikan kehidupan rumah tangga

Tak akan ada kebaikan dan kebahagiaan dalam rumah tangga, apabila tidak dilandasi kebaikan akhlak. Nabi Saw bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku" (HR. At-Tirmidzi no 3895, Ibnu Majah no 1977. Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Sahihah no 285).

Nabi Saw juga bersabda, "Orang yang imannya paling sempurna diantara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istri-istrinya". (HR. At-Tirmidzi no 1162, Ibnu Majah no 1987. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 284).

Mengomentari hadits tersebut, Syaikh Abdul Malik Ramadhani menjelaskan, "Hadits ini adalah hadits yang sangat agung, banyak orang lalai akan agungnya kandungan hadits ini". Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (IV/273) menyatakan, "Karena mereka (para perempuan) merupakan tempat untuk meletakkan kasih sayang disebabkan lemahnya mereka".

Berkata Asy-Syaukani, "Pada kedua hadits ini ada peringatan bahwasanya orang yang tingkat kebaikannya tertinggi dan yang paling berhak untuk disifati dengan kebaikan adalah orang yang terbaik bagi istrinya. Karena istri adalah orang yang berhak untuk mendapatkan perlakuan mulia, akhlak yang baik, perbuatan baik, pemberian manfaat dan penolakan terhadap kemudharatan" (Lihat : Nailul Authar VI/360).

Syaikh Abdul Malik menyatakan kondisi paradoks yang sering terjadi dalam kehidupan para suami. Menurut beliau, "Betapa banyak kita dapati seseorang tatkala bertemu dengan sahabatnya di tempat kerja maka ia akan bersifat mulia dan lembut, namun jika ia kembali ke rumahnya maka jadilah orang yang pelit, keras, dan menakutkan.  Padahal orang yang paling berhak untuk ia lembuti dan ia baiki adalah istrinya... Maka kenalilah (hakikat) dirimu di rumahmu. Bagaimana kesabaranmu dalam menghadapi anak-anakmu? Dalam menghadapi istrimu? Bagaimana kesabaranmu menjalankan tanggung jawab rumah tangga? Jika orang tidak bisa mengatur rumah tangganya bagaimana ia bisa memimpin umat? (Lihat : Al-Mau'izhah Al-Hasanah hal 77-79).

Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menasehati para suami agar berlaku yang baik terhadap istri, "Sikap engkau terhadap istrimu hendaknya sebagaimana harapan engkau akan sikap suami putrimu sendiri. Maka sikap bagaimanakah yang kau harapkan dari lelaki tersebut untuk menyikapi putrimu? Apakah engkau ridha jika ia menyikapi putrimu dengan kasar dan kaku? Jawabannya tentulah tidak. Jika demikian maka janganlah engkau menyikapi putri orang lain dengan sikap yang engkau tidak ridha jika diarahkan kepada putrimu sendiri. Ini merupakah kaidah yang hendaknya diketahui setiap orang." (Lihat : Asy-Syarhul Mumti' XII/381).

Kedua, Nabi Saw Menetapkan Hubungan Suami Istri Sebagai Bagian dari Ibadah yang Berpahala

Nabi Saw menjelaskan, bahwa hubungan suami istri adalah ibadah yang berpahala, sebagaimana sabda beliau, "Dan seseorang diantara kalian menjimaki istrinya maka hal itu merupakan sedekah". Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melepaskan syahwatnya ia mendapatkan pahala?" Beliau Saw menjawab, "Bagaimana menurut kalian jika ia melepaskan syahwatnya pada tempat yang haram (zina), bukankah ia berdosa? Demikianlah jika ia melepaskan syahwatnya di tempat yang halal maka ia mendapatkan pahala" (HR Muslim no 1006).

Nabi Saw bersabda, "Sesungguhnya istrimu memiliki hak yang harus kau tunaikan". (HR Al-Bukhari II/696 no 1873). Oleh karena kepuasan seksual adalah hak bersama suami istri, maka harus ditunaikan dengan baik. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah ditanya tentang seorang lelaki yang tidak menjimaki istrinya hingga sebulan atau dua bulan, maka apakah ia mendapat dosa, dan apakah seorang suami dituntut untuk menjimaki istrinya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun