Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

8 Tantangan Keluarga Muslim Indonesia yang Tinggal di Jerman

8 November 2018   05:52 Diperbarui: 8 November 2018   16:02 5145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Muslim. Sumber foto: the-faith.com

Seorang suami mengeluh, lantaran istrinya rajin ikut kegiatan, maka Sabtu dan Minggu tidak bisa menjadi hari keluarga. Saya memang merasakan, semua orang Jerman itu sibuk. Isinya orang belajar dan bekerja. Maka tidak gampang mencari teman yang bisa menemani jalan-jalan.

Misalnya seorang istri yang tidak bekerja, dan full ibu rumah tangga. Ia mengurus anak-anak setiap hari, menyiapkan keperluan sekolah, mengurus rumah, terlebih yang masih memiliki memiliki anak menyusui. 

Ia banyakberada di dalam rumah dari Senin sampai Jumat. Sedangkan suami bekerja dari Senin sampai Jumat. Kesempatan family time adalah Sabu dan Minggu.

Namun hari Sabtu dan Minggu justru bertumpuk-tumpuk acara yang sangat menarik untuk diikuti. Di sini suami dan istri harus pandai mengatur ritme kegiatan, agar semua tetap seimbang.

  • Sinergi Suami Istri

Pasangan suami istri yang tinggal di negara-negara Eropa harus memiliki tingkat kekompakan dan sinergi yang lebih tinggi dibanding dengan keluarga yang tinggal di Indonesia.

Mengapa demikian? Karena mereka harus mengerjakan semuanya "sendiri", karena tidak ada pembanrtu rumah tangga. 

Mereka harus memasak, mencuci pakaian, menyeterika, membersihkan rumah, membuang sampah, mengurus anak, mengurus tanaman, dan semua pekerjaan kerumahtanggaan lainnya. Suami dan istri harus pandai berbagi peran, agar semua bisa berjalan dengan baik.

Di Indonesia, ada sangatbanyak tenaga untuk membantu kerepotan rumah tangga kita, apalagi yang tinggal di kampung. Sangat banyak orang yang bersedia membantu orang lain dengan suka rela. 

Belum lagi ditambah bantuan keluarga besar. Ada ibu kandung atau ibu mertua yang bisa membantu mengurus anak bayi, ada saudara atau tetangga yang bisa membantu mengerjakan berbagai kerepotan keluarga. Di Jerman tidak ada itu semua. Semua keluarga harus mandiri.

Sekedar untuk mencuci, menjemur dan menyeterika pakaian, sangat berbeda di Indonesia dan di Jerman. Di Indonesia, biaya laundry pakaian sangat murah.

Di kampung saya, laundry pakaian satu kg hanya Rp. 4.000 saja. Itu sudah lengkap dengan seterika rapih dan wangi. Maka di tanah air kita tidak harus mencuci dan menyeterika sendiri, tinggal dibawa ke jasa laundry. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun