Satu sisi kenyamanan transportasi di Eropa tampak menyenangkan. Namun di sisi lain bisa menimbulkan masalah kepraktisan. Bandingkan dengan kehidupan di tanah air.
Di Indonesia, dengan mudah seorang ibu rumah tangga naik motor kemana-mana membawa tiga atau bahkan empat anak-anak kecil mereka.Â
Mengantar dan menjemput anak sekolah dalam satu sepeda motor sangat praktis dan mudah. Hal ini tidak mungkin terjadi di Jerman. Naik mobil pun, anak-anak harus menduduki kursi sendiri dengan kursi khusus anak. Tidak boleh dipangku.
Di Jerman, kemana-mana harus naik kendaraan umum, sehingga jika keluarga tengah memiliki beberapa anak yang masih kecil, bepergian menjadi perjuangan tersendiri.
Keluarga Tito memiliki tiga anak, dimana yang nomer dua dan nomer tiga masih balita. Kemana-mana mereka membawa satu kereta bayi bertingkat dua, untuk dua balita tersebut.
Beruntung, kereta api, trem maupun bus di Jerman semuanya ramah anak dan ramah kereta bayi. Ada space untuk menaruh kereta bayi.
- Ritme Kesibukan
Sekolah, kuliah dan bekerja, umumnya dari Senin hingga Jumat. Sedangkan hari Sabtu dan Minggu adalah hari libur nasional.
Sebagian mahasiswa, menjadikan Sabtu dan Minggu untuk bekerja, karena mereka harus eksis menghidupi diri sendiri lantaran tidak mendapat beasiswa. Dengan demikian, semua hari adalah hari sibuk.Â
Termasuk pada beberapa pasangan suami istri yang keduanya masih kuliah, mereka bekerja pada week end, untuk mendapatkan penghasilan. Ritme kesibukan mereka menjadi luar biasa.
Bagi keluarga muslim, kesempatan mereka untuk berkegiatan bersama semua anggota keluarga adalah saat hari Sabtu dan Minggu. Namun karena rata-rata orang libur, maka berbagai macam kegiatan juga dilaksanakan pada dua hari week end tersebut.
Dampaknya, sering terjadi benturan kegiatan, dan menyebabkan adanya kerempongan tersendiri.Â