Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Saat Didera Rasa Jengkel Kepada Pasangan, Ini yang Harus Anda Lakukan

5 Juli 2017   22:57 Diperbarui: 6 Juli 2017   10:48 26610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Hakim: "Jadi apa yang dilakukan istri saudara setiap malam keluyuran di bar, nightclub dan diskotek itu?"

Suami : "Dia mencari saya pak Hakim, saya kan jadi jengkel !"

Anda pasti pernah membaca kisah anekdot ini. Sebuah kisah yang menggambarkan suasana kejengkelan antara suami dan istri. Perasaan jengkel ini sesuatu yang sangat sering dan mudah dijumpai dalam kehidupan pernikahan. Hal ini bisa terjadi, karena suasana interaksi yang sangat intim bahkan tanoa batas, antara suami dan istri.

Merasa Jengkel dan Kecewa terhadap Pasangan? Itu Wajar

Situs kompas.com mengutip sebuah survei online yang dilakukan terhadap lebih dari 1.000 ibu, sebagian besar perempuan mengaku sering marah kepada suami mereka terutama setelah memiliki anak. Ada yang marah beberapa kali dalam seminggu, ada pula yang marah hampir setiap hari. Alasan utama yang kerap membuat para ibu kesal adalah karena suami mereka tidak memahami kebutuhan dasar anak-anak.

Misalnya, di rumah para ayah kerap bersantai-santai bermain gadget dan tidak mendengar rengekan anaknya yang ingin mengajak ditemani bermain. Para ibu juga kesal karena suami mereka tidak bisa melakukan beberapa pekerjaan sekaligus pada satu waktu seperti halnya yang dilakukan rata-rata perempuan.

Sebanyak 33 % ibu yang disurvei mengatakan, sumber kemarahan mereka adalah karena para suami kurang peduli pembagian tugas rumah tangga dan pengasuhan anak. Kemarahan ini dirasakan paling besar terhadap ibu yang memiliki anak lebih dari dua orang. 30 % ibu mengeluhkan rutinitas hidup mereka berubah banyak setelah memiliki anak, namun hal itu tidak terjadi terhadap suami. Para suami tetap bisa melakukan hobi mereka, sementara ibu harus lebih banyak tinggal di rumah untuk mengasuh anak.

Tentu sangat banyak hal yang bisa memicu rasa jengkel serta kecewa suami terhadap istri, maupun istri terhadap suami. Berbagai perbedaan karakter, perbedaan pendapat, perbedaan keinginan, tidak terpenuhinya harapan, menjadi faktor-faktor yang biasa memunculkan rasa jengkel, kecewa, marah terhadap pasangan. Bahkan portal Metro Siantar mengungkap sebuah sidang perceraian, seorang istri yang menggugat cerai suami ke Pengadilan Agama karena jengkel sang suami hanya bisa berkata "iya" dan "siap" setiap kali diajak berbicara.

Untuk menghindari perasaan jengkel dan kecewa yang kontinyu, hendaknya anda bersama pasangan melakukan beberapa hal berikut ini.

  • Komunikasikan perasaan dan keinginan anda kepada pasangan

Di antara hal yang menjengkelkan dalam kehidupan suami istri adalah tentang sifat, sikap dan karakter suami atau istri yang tidak menyenangkan pasangan. Suami atau istri merasa tidak nyaman dengan sifat, sikap dan karakter pasangan. Dalam waktu yang lama, hal itu bisa mengganggu dan mengurangi kebahagiaan serta cinta kasih dalam kehidupan pernikahan.

Jangan anda simpan sendiri berbagai perasaan, keinginan dan harapan kepada pasangan. Komunikasikan dengan baik-baik. Pilih waktu dan suasana yang tepat untuk menyampaikan berbagai perasaan dan keinginan kepada pasangan. Biasakan mengurai persoalan rutin kehidupan berumah tangga dengan obrolan dan pembicaraan santai, dengan demikian tidak perlu ada yang menumpuk bahkan menggunung menjadi akumulasi persoalan yang siap meledak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun