Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Benci Kamu, Pinanglah Aku

18 Juni 2017   14:42 Diperbarui: 18 Juni 2017   14:47 1400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : pinterest.com/asif786369

"Aku benci kamu jika kamu hanya mengganggu hidupku. Mulai hari ini jangan lagi hubungi aku. Jika memang engkau serius ingin menikah denganku, segera hubungi orang tuaku. Pinanglah aku", demikian pesan seorang perempuan lajang kepada lelaki yang selama ini berusaha mendekatinya.

Pesan ini mengisyaratkan, ia tidak mau berlama-lama berada dalam situasi ketidakpastian hubungan. Ia ingin ada kepastian dan kejelasan status hubungan. Bukan hanya pendekatan dan apalagi "penggombalan" alias PHP, namun harus jelas maksud pendekatannya selama ini apakah memang akan menuju ke arah pernikahan atau hanya sekedar keisengan. Perempuan ini menghendaki agar lelaki itu segera ke rumah orang tuanya untuk meminang dirinya. Dengan demikian, sudah ada langkah menuju gerbang pernikahan.

Sebagaimana telah saya sampaikan dalam postingan sebelumnya, meminang atau khitbah adalah satu langkah "resmi" yang dikenal dalam tatacara pernikahan dalam ajaran Islam. Meminang dilakukan ketika sudah ada kemantapan hati dari kedua belah pihak---laki-laki dan perempuan--- untuk menjalin hubungan serius menuju akad nikah. Proses meminang bisa dilakukan oleh pihak laki-laki, bisa juga oleh pihak perempuan. Lazimnya yang terjadi, pihak laki-laki yang meminang perempuan melalui ayah kandung atau wali si perempuan.

Hikmah Khitbah

Mengapa harus ada proses khitbah? Sebagai sebuah tuntunan, khitbah memiliki banyak hikmah dan keutamaan. Khitbah bukan sekedar peristiwa sosial, juga bukan semata-mata peristiwa ritual. Ia memiliki sejumlah keutamaan yang membuat pernikahan yang akan dilakukan menjadi lebih barakah. Di antara hikmah yang terkandung dalam khitbah adalah:

  • Memberikan Kepastian

Khitbah menandakan sudah ada keseriusan dan kejelasan langkah menuju akad nikah. Jika hubungan laki-laki dan perempuan sudah berlangsung lama namun tidak pernah ada peristiwa khitbah, artinya tidak ada kepastian untuk terjadinya akad nikah. Dengan khitbah, satu pintu penting telah dilakukan menjelang akad nikah.

Kepastian ini sangat penting---terlebih bagi pihak perempuan--- mengingat terlalu banyak pengorbanan yang diberikan ketika menjalin hubungan tanpa ada kejelasan arah. Sudah menghabiskan waktu lama, ternyata hanyalah keisengan belaka. Padahal si perempuan sudah terlanjur jatuh hati kepada lelaki yang mendekatinya, dan sangat berharap bisa hidup bersama sebagai sebuah keluarga. Jika ujungnya tidak terjadi akan nikah, hal ini akan sangat menyakitkan bagi pihak perempuan. Maka khitbah menjadi pertanda bahwa akan ada tanda-tanda kepastian menuju pernikahan.

  • Perkenalan dengan Semua Pihak

Sesungguhnya perkenalan antara laki-laki dan perempuan sebelum terjadinya pernikahan amat diperlukan  dalam rangka menjaga kebaikan rumah tangga yang akan dibentuk nantinya.  Islam tidak menghendaki sebuah keluarga yang dibentuk atas dasar ketidaktahuan, justru karena Islam meletakkan pemahaman atau ilmu sebagai salah satu pilar amal yang amat urgen. Pernikahan semestinya tidak terjadi seperti membeli kucing dalam karung, dimana tidak ada komunikasi dan interaksi antara kedua belah pihak sebelumnya.

Dengan khitbah, maka kedua belah pihak akan saling bisa menjajagi kepribadian masing-masing dengan mencoba melakukan pengenalan secara lebih mendalam. Tentu saja cara pengenalan ini tetap berada dalam koridor syariat, yaitu memperhatikan batasan-batasan dalam berinteraksi dengan lawan jenis yang belum terikat oleh pernikahan.

Dengan adanya proses khitbah, membuat keluarga besar dari kedua belah pihak bisa saling mengenal agar bisa menjadi awal yang baik dalam mengikat hubungan persaudaraan dengan pernikahan yang akan mereka lakukan. Perkenalan dua keluarga ini adalah bagian penting untuk terwujudnya kebahagiaan yang lebih sempurna dalam hidup berumah tangga. Karena kebahagiaan hidup berumah tangga tidak hanya ditentukan oleh kebaikan suami dan istri, namun juga ditentukan oleh kebaikan hubungan dua keluarga besar.

  • Menguatkan Tekad untuk Menikah

Pada awalnya mungkin laki-laki atau perempuan berada dalam keadaan bimbang untuk memutuskan melaksanakan pernikahan. Mereka masih memikirkan dan mempertimbangkan banyak hal sebelum melaksanakan keputusan besar untuk menikah. Dengan khitbah, artinya proses menuju jenjang pernikahan telah dimulai. Mereka sudah berada pada suatu jalan yang akan menghantarkan mereka menuju gerbang kehidupan berumah tangga.

Sebelum melaksanakan khitbah, mereka belum memiliki ikatan moral apapun berkaitan dengan calon pasangan hidupnya. Masing-masing dari laki-laki dan perempuan yang masih lajang hidup "bebas", belum memiliki suatu beban moral dan langkah pasti menuju pernikahan. Dengan adanya khitbah, mau tidak mau kedua belah pihak akan merasa ada perasaan bertanggung jawab dalam dirinya untuk segera menguatkan tekad dan keinginan menuju pernikahan. Berbagai keraguan hendaknya harus sudah dihilangkan pada masa setelah khitbah.

Ibarat orang yang merasa bimbang untuk menempuh sebuah perjalanan tugas, namun dengan mengawali langkah membeli tiket pesawat, ada dorongan dan motivasi yang lebih kuat untuk berangkat. Kalau belum membeli tiket, keputusan untuk berangkat atau tidak berangkat bisa terjadi kapan saja dengan mudah dan tanpa banyak beban. Akan tetapi dengan telah memiliki tiket pesawat di tangan, berpikir untuk membatalkan memiliki beban moral yang lebih tinggi. Dengan demikian ia didorong untuk berpikir berangkat sehingga mempersiapkan segala keperluan dalam perjalanan.

  • Menumbuhkan Ketenteraman

Bagi perempuan lajang, apalagi yang usianya telah menjelang tigapuluh tahun, atau bahkan lebih dari itu, biasa mengalami kegelisahan jiwa apabila belum ada tanda-tanda kedatangan jodoh. Tradisi masyarakat pada umumnya, perempuan tidak proaktif dan agresif dalam mencari jodoh. Rata-rata bersifat pasif menunggu "kiriman Tuhan" berupa calon pendamping hidup.

Bisa jadi selama ini pihak perempuan telah berinteraksi dengan lelaki baik di kampus saat kuliah, di tempat kerja, organisasi, atau di masyarakat tempat tinggalnya, akan tetapi belum ada di antara mereka yang datang meminang. Banyak yang merasa malu untuk memulai karena kultur masyarakat menganggap hal itu sebagai tindakan yang tidak patut dilakukan perempuan. Dampaknya mereka dilanda kekhawatiran dan kecemasan, apabila usia semakin bertambah tetapi jodoh tak kunjung tiba.

Dengan khitbah, apalagi jika telah ada jawaban penerimaan, akan menimbulkan perasaan tenang dan tenteram pada kedua belah pihak. Pihak perempuan merasa tenteram karena telah terkirim padanya calon pasangan hidup yang sesuai harapan. Kekhawatiran bahwa dirinya tidak mendapat jodoh terjawab sudah. Sedangkan bagi laki-laki yang meminang, ia merasa tenteram karena perempuan ideal yang diinginkan telah bersedia menerima pinangannya. Keduanya tidak merasa khawatir akan ditinggalkan oleh calon pasangan hidupnya, karena telah memulai langkah dengan khitbah.

Biasanya, seorang lelaki merasa tidak nyaman menyaksikan perempuan yang menjadi pilihan hatinya ternyata menjadi pilihan banyak lelaki. Ia khawatir dan gelisah kalau-kalau ternyata muncul lelaki lain di hati perempuan tersebut sehingga menggeser nama dirinya. Ia khawatir kalau perempuan tersebut tiba-tiba menikah dengan lelaki lain. Dengan khitbah, ia mendapatkan ketenangan bahwa perempuan yang dikehendaki telah lebih dekat menjadi isterinya.

  • Saling Menjaga Kesucian Diri Menjelang Pernikahan

Ada banyak kalangan masyarakat yang terbiasa berinteraksi dengan pasangan jenis tanpa menjaga adab. Mereka berinteraksi bebas seakan-akan tidak merasa ada sesuatu yang  membatasi. Bisa jadi hal itu mereka lakukan karena merasa belum ada ikatan moral apapun dengan pihak manapun dalam kaitan dengan pernikahan. Mungkin mereka berpikir tidak akan ada orang yang cemburu dengan perilaku mereka. Padahal permasalahannya bukan ada atau tidaknya pihak yang cemburu, akan tetapi Islam telah memberikan  sejumlah batasan dalam berinteraksi dengan pasangan jenis.

Dengan adanya khitbah, masing-masing pihak akan lebih bisa menjaga kesucian diri. Mereka merasa tengah memulai menapaki perjalanan menuju kehidupan kerumahtanggaan, oleh karena itu mencoba senantiasa menjaga diri agar terjauhkan dari hal-hal yang merusakkan kebahagiaan pernikahan nantinya. Kedua belah pihak dari yang meminang maupun yang dipinang harus berusaha menjaga kepercayaan pihak lainnya.

Selain itu, khitbah juga akan menjauhkan kedua belah pihak dari gangguan orang lain yang bermaksud iseng. Seseorang akan merasa lebih berani dan leluasa mengganggu perempuan yang belum terikat pinangan, karena belum berada dalam sebuah proses  menuju pernikahan. Dengan khitbah, orang-orang yang berlaku iseng akan merasa terhalangi karena mengetahui telah ada lelaki yang menjadi calon pendamping hidup perempuan tersebut.

Dengan khitbah, ia memastikan diri melaksanakan pernikahan, sehingga ada tanggung jawab yang lebih besar unrtuk menjaga kebaikan dan kesucian diri. Tidak terlarut dalam pola pergaulan yang cenderung mendatangkan keburukan, karena merasa tengah menyiapkan diri menjadi seorang suami atau isteri. Separuh langkah telah ditempuh apabila khitbah telah terjadi, sehingga kepastian menuju pernikahan semakin terkalkulasi.

  • Melengkapi Persiapan Diri

Khitbah juga mengandung hikmah bahwa kedua belah pihak dituntut untuk melengkapi persiapan diri guna menuju pernikahan. Masih ada waktu yang bisa digunakan seoptimal mungkin oleh kedua belah pihak untuk menyempurnakan persiapan dalam berbagai sisinya.  Seorang laki-laki bisa mengevaluasi kekurangan dirinya dalam proses pernikahan, mungkin ia belum menguasai beberapa hukum yang berkaitan dengan keluarga, untuk itu ia bisa mempelajari terlebih dahulu sebelum terjadinya akad nikah.

Mungkin pula keinginan laki-laki untuk menikah lebih berdasarkan kepada dorongan syahwat yang sudah tidak bisa dikendalikan, sementara itu belum ada persiapan material  yang memadai. Laki-laki tersebut belum memiliki kegiatan ekonomi yang menghasilkan uang, sedangkan nantinya ketika berkeluarga ia bertanggung jawab penuh atas keuangan rumah tangganya. Dengan khitbah, ia menjadi lebih serius untuk mengurus persoalan penghidupan ekonomi dengan jalan mencari peluang-peluang kerja atau usaha mandiri.

Bisa jadi seorang perempuan masih merasakan kegamangan untuk memasuki dunia keluarga, dengan khitbah ia bisa lebih menyiapkan dirinya agar semakin mantap dan siap secara mental. Ia bisa melengkapi kekurangan diri dalam persiapan mental, dengan mendatangi ibu-ibu muda yang telah berkeluarga dan meminta nasihat atau cerita mereka di seputar dunia keluarga. Dengan silaturahmi dan banyak mendapat nasihat tersebut diharapkan akan bisa menyelesaikan kegamangan dirinya dalam menghadapi pernikahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun