Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berhentilah Mencela Anak Anda!

7 Maret 2016   08:01 Diperbarui: 7 Maret 2016   08:14 5953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 [caption caption="ilustrasi : www.elrhey.com"][/caption] 

Jika anda mengunjungi rumah makan Padang, banyak ditemukan tulisan ”Anda puas, beritahukan teman anda. Anda kecewa, beritahukan kami”. Prinsip ini berbeda dengan pendidikan anak. Dalam mendidik anak, kita memerlukan reward and punishment yang seimbang. Kita harus mampu mengapresiasi kebaikan anak, sebagaimana kita boleh memberikan hukuman atas kesalahan anak, dengan hukuman yang mendidik. Keduanya perlu dilakukan secara seimbang untuk

Namun dalam kenyataan keseharian, prinsip keseimbangan reward and punishment ini memang sulit diaplikasikan. Pada dasarnya orang tua lebih mudah melihat dan merasa kecewa atas hal-hal negatif yang dilakukan anak, daripada mengapresiasi hal-hal positif yang ada pada diri anak. Coba perhatikan, pernahkah anda menghitung, lebih banyak mana kata-kata celaan yang terlontar dari orang tua dengan kata-kata pujian?

Ini kisah si Putri. Ibunya yang sangat galak dan cerewet tidak pernah bisa diam menyaksikan kekurangan dan kelemahan Putri. Setiap hari putri menerima kata-kata ejekan, sindiran, cacian dari ibunya.

”Dasar anak malas ! Ayo cepat bantu ibu !”

”Dasar anak nakal ! Ayo bersihkan ruangan tamu ibu ! Sejak pagi ibu sudah merapikannya, kini kamu buat berantakan lagi !”

”Segera bangun ! Kamu tak pernah bisa bangun pagi. Mau jadi apa besok kamu kalau dari kecil sudah pemalas seperti ini ?”

Kalimat-kalimat yang setiap hari diperdengarkan kepada Putri lebih banyak berkonotasi negatif. Semua berupa serangan kepada pribadi putri, berupa klaim tertentu terhadap perilaku putri yang kurang dan lemah. Celakanya sang ibu tidak melihat secara adil. Ketika Putri sudah bangun dan membantu ibu, ia tidak mendapatkan apresiasi dan penghargaan yang memadai atas apa yang dilakukannya.

Semestinya sang Ibu bisa memberikan apresiasi atas apa yang menjadi perbuatan baik Putri, seperti, ”Terimakasih Nak, engkau telah menolong ibu”.

”Bagus Putri, engkau telah merapikan kamarmu sendiri”.

”Syukurlah nak, ruangan ini telah engkau bersihkan kembali”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun