Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

10 Sikap Positif dalam Menghadapi Masalah Ekonomi Keluarga

21 April 2015   06:43 Diperbarui: 4 April 2017   18:29 5507
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_411381" align="aligncenter" width="600" caption="ilustrasi : www.pinterest.com"][/caption]

Pada postingan sebelumnya (http://sosbud.kompasiana.com/2015/04/20/kesulitan-ekonomi-mengapa-harus-bercerai-739370.html) sudah saya sampaikan banyaknya kasus perceraian yang disebabkan oleh faktor ekonomi. Bahwa persoalan utama bukan pada jumlah uang atau harta atau investasi yang dimiliki keluarga, namun lebih kepada sikap yang tidak tepat dalam menghadapi persoalan ekonomi tersebut.

Untuk menjaga dan menguatkan keharmonisan keluarga, salah satu hal yang diperlukan adalah sikap hidup positif dalam segi ekonomi. Yang terpenting bukan berapa banyak jumlah uang yang dimiliki oleh keluarga, bukan berapa besar gaji suami, bukan berapa banyak investasi ekonomi telah disiapkan untuk masa depan. Namun lebih penting memiliki sikap hidup yang positif dalam menghadapi persoalan ekonomi keluarga.

Ada sepuluh sikap hidup positif dalam menghadapi kesulitan ekonomi yang perlu dimiliki oleh pasangan suami dan istri, agar mereka tidak terjebak dalam kemelut dan konflik akibat kesulitan ekonomi. Sepuluh sikap itu adalah sebagai berikut:

1. Selalu bersyukur atas apa yang Allah berikan

Syukur itu bukan saja ucapan “alhamdulillah”, namun lebih kepada suasana jiwa yang selalu mampu ridha dengan setiap pemberian dan karunia dari Allah. Sebagai insan beriman, kita semua meyakini bahwa rejeki itu datangnya dari Allah, bukan dari manusia. Kewajiban manusia hanyalah berusaha, setelah itu hendaknya selalu bersyukur atas pemberian rejeki yang Allah berikan.

Syukur bukan soal banyak atau sedikitnya rejeki. Berapapun hasil usaha yang kita dapatkan setiap hari atau setiap pekan atau setiap bulan, kita harus selalu bersyukur kepada Allah. Persoalan merasa cukup atau kurang, bukan ditentukan oleh besaran uang, tapi lebih banyak ditentukan oleh situasi hati. Apakah kita memiliki  yang selalu bersyukur, atau hati yang selalu merasa kurang.

2. Mampu bersabar jika sedang mengalami kesulitan ekonomi

Jangan mudah putus asa dan berkeluh kesah. Jika tengah diuji dengan kesulitan ekonomi, hendaknya selalu bisa bersabar. Memang tidak mudah bersabar dalam kondisi kesulitan ekonomi yang amat sangat. Namun sikap yang tidak sabar pun tidak bisa memperbaiki kondisi. Apakah jika bersikap tidak sabar lalu masalah ekonomi akan selesai? Tidak juga. Maka lebih bagus untuk bersikap sabar.

Jika mampu bersikap sabar, maka akan memudahkan semua urusan. Tidak perlu emosi, tidak perlu bertengkar, tidak perlu uring-uringan, di saat menghadapi kesulitan ekonomi. Suami dan istri saling menguatkan dalam kesabaran saat menghadapi persoalan ekonomi.

3. Giat dan gigih berusaha untuk mendapatkan rejeki

Allah SWT memerintahkan kita untuk membuka pintu rejeki dengan usaha yang sifatnya lahiriyah maupun batiniyah. Usaha lahiriyah berupa bekerja keras mencari nafkah, dengan cara yang halal untuk mendapatkan rejeki yang halal, thayib, banyak dan berkah.

Sedangkan usaha batiniyah adalah dengan berbagai amal yang dituntunkan syariat agama sebagai berikut: (1) Istigfar dan taubat, berdasarkan QS. Nuh: 10-12. (2) Taqwa kepada Allah, berdasarkan QS. Ath-Thalaq: 2-3 (3) Tawakal kepada Allah, berdasar hadits riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi. (4) Beribadah sepenuh hati, berdasar hadits riwayat Imam Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah. (5) Silaturahim, berdasar hadits riwayat Imam Bukhari. (6) Berbuat baik kepada orang yang lemah, berdasar hadits riwayat Imam Muslim dan An-Nasa`i. (7) Berinfaq dan shadaqah, berdasarkan QS. Saba`: 39. (8) Hijrah di jalan Allah, berdasarkan QS. An-Nisa`: 100. (9) Berinfak bagi penuntut ilmu agama, berdasar hadits riwayat Tirmidzi dan Al Hakim. (10) Melanjutkan haji dengan umrah, berdasar hadits riwayat Imam Ahmad, Tirmizi, dan An-Nasa`i.

Catatan ayat dan hadits dimaksud, saya lampirkan di bagian bawah tulisan ini.

[caption id="attachment_411383" align="aligncenter" width="493" caption="ilustrasi : www.pinterest.com"]

1429516246417208008
1429516246417208008
[/caption]

4. Tidak mengenal putus asa dalam meraih rejeki yang halal dan thayib

Hendaknya para suami memiliki jiwa yang tangguh, ulet, siap berjuang, sanggup bekerja keras tanpa kenal lelah. Jangan pernah berputus asa, karena datangnya rejeki itu salah satunya dari sikap yang gigih bekerja tanpa mengenal rasa malu dan sungkan. Malu dan sungkan itu kalau melakukan hal yang tidak benar atau haram. Jika bekerja mencari nafkah dengan cara yang halal dan sah, tidak perlu merasa malu, meskipun kadang ‘terpaksa’ bekerja pada bidang tidak sesuai dengan spesifikasi keilmuan yang dimiliki.

Putus asa tidak sesuai dengan tuntunan agama, dan sikap putus asa justru semakin memperparah persoalan dalam keluarga. Maka hindari sikap putus asa, jadilah pekerja keras yang selalu gigih berusaha dengan berbagai macam cara. Rejeki yang halal dan thayib tidak akan datang sendiri dari langit. Tidak akan datang sendiri dengan hanya berdoa dan beribadah di masjid atau mushalla. Namun harus disertai dengan usaha terus menerus tanpa mengenal putus asa.

5. Suami dan istri saling terbuka dan bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

Pada situasi kesulitan ekonomi, hendaknya suami dan istri semakin memperbaiki komunikasi, saling terbuka, dan bersedia bekerja sama dalam mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Bentuk kerja sama antara suami dan istri tidak selalu dalam artian keduanya sama-sama bekerja mencari nafkah. Salah satu bentuk kerja sama yang ‘tradisional’ adalah, suami bekerja keras mencari nafkah, sementara istri pandai mengelola keuangan keluarga dengan hemat dan cermat.

Bentuk kerja sama lainnya, jika suami sudah optimal bekerja, siang malam, namun hasilnya tidak mampu mencukupi hidup keluarga, istri bisa membantu suami dengan jenis pekerjaan yang sesuai dengan tugas keibuan. Misalnya berbisnis dari dalam rumah. Saat ini sangat banyak pebisnis sukses yang dikerjakan hanya di rumah sendiri. Ini tentu sesuai dengan tugas keibuan yang harus mengurus dan mendidik anak.

6. Tidak saling menyalahkan saat terjadi kekurangan ekonomi

Sikap positif lainnya yang sangat penting adalah, jangan saling menyalahkan saat terjadi kesulitan ekonomi. Kadang istri mudah menyalahkan dan menuduh suami. Istri emosional karena kekurangan uang, tidak cukup untuk makan dan berbagai kebutuhan hidup sehari-hari. Maka ia menyalahkan suami yang dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Ditambah dengan menuduh suami sebagai pemalas dan tidak mau bekerja keras.

Suasana tuduh menuduh dan saling menyalahkan ini berdampak negatif pada suami. Pada kondisi suami berada dalam situasi kesulitan mencari nafkah, suasana jiwanya menjadi hypersensitif. Bukan saja sensitif, namun teramat sangat sensitif. Kata-kata istri yang bermaksud memotivasi pun, bisa berdampak negatif karena dianggap melecehkan dan menghina suami. Maka hentikan saling menyalahkan di saat sulit ekonomi. Karena itu tidak akan menyelesaikan masalah, justru menambah rumit masalah.

7. Menjauhi perbuatan haram dan tercela dalam mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga

Sesulit apapun kondisi ekonomi keluarga, jangan melakukan perbuatan yang haram dan tercela untuk memenuhinya. Misalnya dengan mencuri, atau korupsi, atau merampok, atau menipu atau perbuatan jahat yang merugikan orang lain. Hindarkan perbuatan tercela seperti itu karena justru akan membawa masalah baru yang lebih rumit dan kompleks. Bisa masuk ke persoalan hukum dan hal ini tentu semakin memperpuruk situasi kehidupan keluarga.

Jika masih ada aset yang bisa dijual, itu bisa menjadi bagian dari solusi. Jika masih bisa pinjam uang kepada kolega, itu juga solusi. Namun jangan melakukan tindakan yang haram dan tercela, karena akan semakin memperburuk suasana. Perbuatan haram hanya akan mendatangkan penyesalan dan kesengsaraan. Tidak akan membawa keberkahan dalam hidup.

8. Bersikap hemat dan bergaya hidup sederhana

Suami dan istri hendaknya selalu bersikap hemat dan bergaya hidup sederhana. Jika memang tidak memiliki kemampuan, tidak perlu memaksa membeli mobil. Cukuplah dengan sepeda motor untuk keperluan transportasi sehari-hari. Jika tidak memiliki kemampuan membeli sepeda motor, cukuplah menggunakan sepeda kayuh untuk keperluan transportasi. Semua harus disesuaikan dengan kemampuan, jangan memaksakan diri membeli sesuatu yang di luar kemampuan.

Ada sangat banyak hal bisa dihemat dalam kehidupan sehari-hari. Baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Misalnya saja penggunaan sabun mandi, yang pasti giperlukan setiap hari. Dalam situasi ekonomi yang sulit kita bisa lebih berhemat dalam menggunakan sabun mandi, dan menurunkan kualitas sabun mandi. Jika biasanya satu batang sabun mandi seharga Rp. 10.000,- maka di masa sulit ekonomi beli saja sabun mandi yang harganya Rp. 5.000,- sebatang. Tidak perlu gengsi menggunakan segala sesuatu keperluan hidup yang “tidak bermerk” demi penghematan.

9. Menjauhi gaya hidup glamour

Gaya hidup hedonis, glamour, suka berfoya-foya, menjadi salah satu sumber persoalan ekonomi. Anak-anak muda yang doyan belanja ke mall dan membeli segala sesuatu yang bermerk, suka pamer barang-barang dan asesoris yang mewah, akan membentuk gaya hidup ‘high class’ yang selalu menuntut pemenuhan. Jika di masa muda segala kesenangan hedonisnya terpenuhi oleh orang tua yang kaya, maka kelak ketika sudah berumah tangga mereka harus menanggung sendiri gaya hidup mewahnya.

Beruntung jika mendapat suami yang kaya dan bisa memenuhi gaya hidupnya, atau ia sendiri bekerja dengan penghasilan yang bisa menopang gaya hidupnya. Jika ternyata mendapatkan suami yang ‘sangat biasa’, apalagi jika tergolong tidak mampu, maka ini akan menjadi kesengsaraan tersendiri. Segala gaya hidup mewah yang sudah dibiasakan sejak muda tidak bisa terpenuhi saat sudah menikah, ini yang akan memicu sejumlah konflik dengan suami.

Hendaklah bergaya hidup yang realistis, menjauhi gaya glamour, bermewahan, hedonis dan berfoya-foya. Tidak perlu larut dan terpengaruh oleh iklan, atau ajakan teman, atau pengaruh perkembangan zaman. Masing-masing dari kita memiliki standar ekonomi tersendiri, tidak bisa disamakan dengan yang lain. Maka gaya hidup harus menyesuaikan kemampuan ekonomi masing-masing. Tidak perlu malu atau gengsi dengan gaya hidup yang dimiliki, yang tidak sesuai dengan selera zaman.

10. Suami istri berusaha mencari solusi bersama

Hendaknya suami dan istri berusaha mencari solusi bersama saat mengalami konflik dan permasalahan ekonomi keluarga, dalam suasana jiwa yang sakinah, mawadah wa rahmah. Suami dan istri duduk berdua, tanpa emosi, tanpa kemarahan, tanpa suasana yang tertekan, berusaha menemukan solusi yang paling tepat atas persoalan ekonomi keluarga yang menghimpit. Buatlah skema dan rencana bersama untuk keluar dari kesulitan keuangan. Buat beberapa plan, jika plan satu tidak bisa terlaksana bisa menggunakan plan lainnya.

Dalam situasi seperti itu, kadang suami justru semakin menutup diri. Tidak mau terbuka dan berbagi dengan istri. Ada perasaan gengsi dan takut harga diri sebagai lelaki menjadi direndahkan dan dilecehkan. Akhirnya memilih diam dan mencari solusi sendiri tanpa melibatkan istri. Padahal sikap tertutup seperti itu justru akan membuat suasana semakin rumit karena suami dan istri akan melihat persoalan dengan cara pandang masing-masing. Mereka berjalan dengan pikiran masing-masing. Akhirnya yang terjadi adalah suasana saling menyalahkan dan tidak akan mendapatkan penyelesaian.

Demikianlah sepuluh sikap hidup positif dalam menghadapi permasalahan ekonomi keluarga. Hendaknya pasangan suami istri justru semakin erat berpegangan di saat menghadapi situasi krisis seperti ini. Ibarat tengah naik roller coaster, maka pada waktu itu berada pada puncak ketegangannya. Berada di titik ekstrem yang sangat menegangkan. Ingat, jangan melemparkan diri dari roller coaster saat berada di puncak ketegangannya. Kuatkan pegangan dengan pasangan, untuk melewatiu puncak ketegangan tersebut.

Selamat pagi sahabat semua. SELAMAT HARI KARTINI.

Salam Kompasiana.

[caption id="attachment_411386" align="aligncenter" width="439" caption="ilustrasi : www.muslimwomennews.com"]

14295163761129941141
14295163761129941141
[/caption]

********

*) Catatan Ayat dan Hadits Nabi tentang Pintu Rejeki:

(1) “Maka Aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Robb mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Nescaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, membanyak harta dan anak-anakmu, mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (Qs. Nuh: 10-12)

(2)  “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, nescaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Qs. Ath-Thalaq: 2-3)

(3) “Sungguh, seandainya kalian betawakkal kepada Allah  dengan sebenar-benar tawakkal, nescaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana rezeki burung-burung, mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang  di petang hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Imam Ahmad dan Tirmizi)

(4) “Sesungguhnya Allah berfirman, “Wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepada Ku, nescaya Aku penuhi (hatimu) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku penuhi keperluanmu. Jika kalian tidak lakukan yang sedemikian, nescaya Aku penuhi tanganmu dengan kesibukan dan tidak aku penuhi keperluanmu (kepada manusia).” (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

(5) “Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan diakhirkan ajalnya (dipanjangkan umurnya) maka hendaknya ia menyambung (tali) silaturahim.” (HR. Imam Bukhari).

(6) “Bantulah orang-orang lemah, karena kalian diberi rezeki dan ditolong lantaran orang-orang lemah di antara kalian.” (HR. Imam Muslim dan An-Nasa`i).

(7) “Katakanlah: ‘Sesungguhnya Robb ku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki Nya di antara hamba-hamba Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki Nya)’, dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba`: 39).

(8) “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, nescaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak.” (QS. An-Nisa`: 100).

(9) “Dahulu ada dua orang saudara pada masa Rasulullah saw. Salah seorang daripadanya mendatangi nabi dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu mengadu pada nabi, maka Baginda saw bersabda, “Mudah-mudahan engkau diberi rezeki dengan sebab dia.” (HR. Tirmizi dan Al Hakim).

(10) “Lakukanlah haji dan umrah, kerana sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa, sebagaimana api dapat menghilangkan karat besi, emas, dan perak. Dan tidak ada pahala haji yang mabrur kecuali syurga.” (HR. Imam Ahmad, Tirmizi, dan An-Nasa`i).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun