Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menikmati Aroma Tubuh Istri

28 Maret 2015   08:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:53 2968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1427505208448165185

[caption id="attachment_405937" align="aligncenter" width="550" caption="ilustrasi : www.myislamicpartner.com"][/caption]

Budi: Sudah lima tahun aku menunggumu berubah. Namun kamu sama sekali tidak ada perubahan apa pun. Aku lelah menunggumu berubah.

Novie: Lima tahun? Apa yang kamu harapkan dariku? Mengapa kamu menghitung seperti itu? Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang engkau tunggu.

Budi: Sungguh terlalu kamu. Jika kamu tidak tahu apa yang tidak baik pada dirimu, lalu untuk apa lagi aku harus menunggumu berubah? Sia-sia saja aku menunggu perubahanmu selama ini....

Novie: Aku tidak tahu kamu menungguku selama itu. Apa yang kamu inginkan dariku? Aku tidak tahu apa tidak baik menurutmu....

Dalam kehidupan berumah tangga, suami dan istri pasti memiliki keinginan dan harapan terhadap pasangannya. Suami memiliki keinginan dan harapan kepada suami, demikian pula istri memiliki harapan kepada suami. Keinginan dan harapan seperti ini wajar dan sah saja, namun persoalannya apakah hal tersebut sudah dikomunikasikan dengan baik kepada pasangan. Sering kali keinginan dan harapan tersebut hanya dipendam dalam hati dan tidak dinyatakan kepada pasangan.

Budi, seorang suami, menyampaikan keluhan di ruang konseling tentang kejengkelan hatinya kepada Novie, sang istri, yang dianggap tidak bisa berubah. "Lima tahun saya menikah dengannya, dan belum ada satu pun alasan bagi saya untuk mencintainya," demikian keluhnya. Saya terkejut dengan pernyataan tersebut. Seakan sedemikian parah dan mengerikan kondisi sang istri, sehingga tidak ada satu pun bagian dari dirinya yang baik dan menarik.

"Apa yang paling tidak Anda sukai dari istri Anda? Dan apa yang Anda harapkan dari istri Anda?" tanya saya.

"Yang paling saya benci adalah bau badannya. Saya berharap ia memiliki bau badan yang segar dan wangi. Namun lima tahun saya hidup dengannya, tidak ada perubahan sama sekali. Bau badannya bahkan semakin parah," jawabnya.

"Berikutnya saya paling tidak suka dengan penampilannya ketika di rumah. Saya tidak mencela penampilannya ketika ia bepergian ke luar rumah. Namun ketika di rumah ia sangat tidak peduli dengan pakaian yang dikenakan dan penampilannya. Saya ingin ia berdandan ketika di rumah dan mengenakan pakaian yang menarik," tambahnya.

"Memang seperti apa pakaiannya ketika di rumah?" tanya saya penasaran.

"Yang membuat saya jengkel adalah kesukaannya mengenakan pakaian training olahraga yang sudah kusam. Sepertinya ada kenangan yang sangat kuat dengan pakaian olahraga itu, sehingga selalu dikenakan di rumah. Jika kotor, segera dicuci, dikeringkan, diseterika kemudian langsung dipakai lagi," jawabnya.

Waw, pantesan suaminya begitu jengkel ya....:)

"Pernahkah Anda sampaikan hal-hal itu langsung kepada istri? Bahwa Anda tidak suka dengan bau badan dan penampilan istri saat di rumah?" tanya saya.

"Belum pernah, Pak Cah. Tapi kan harusnya dia mengerti sendiri bahwa bau badannya itu tidak enak dan penampilannya itu tidak menarik. Dia itu sarjana S1 dari kampus ternama di Indonesia Pak, masa' harus diomongi untuk hal yang sangat mendasar seperti itu?" ungkapnya.



Sabar Membimbing Istri

Menjadi seseorang seperti yang diharapkan pasangan, bukan hal yang mudah. Ini memerlukan proses dan waktu. Tidak bisa sekejap apalagi sim salabim. Lebih penting lagi, memerlukan bantuan pasangan untuk mewujudkannya. Suami tidak bisa menuntut istri agar sesuai keinginan dan harapannya begitu saja. Namun, suami harus membantu istri agar sang istri bisa menjadi seseorang sebagaimana yang diharapkan.

Sebagai pemimpin, suami harus sabar membimbing dan membersamai sang istri untuk menjadi seseorang seperti harapan dan keinginannya. Suami harus mengomunikasikan keinginan dan harapan tersebut secara baik kepada istri, dan mendialogkan cara untuk mewujudkannya. Suami juga harus menyediakan sarana yang diperlukan agar istri bisa sesuai dengan harapan suami. Karena semua perubahan memerlukan sarana sesuai dengan kebutuhan perubahan tersebut.

Inilah tugas keenam dari suami. Pada lima posting-an sebelumnya saya telah menyampaikan tugas suami, yaitu menjadi suami yang memahami istri, menjadi suami yang penuh perhatian kepada istri, menjadi suami yang penuh cinta kepada istri, menjadi suami yang senang membantu istri, dan menjadi suami yang memenuhi kebutuhan istri. Sekarang saya sampaikan tugas keenam, yaitu menjadi suami yang sabar membimbing istri.

Pada contoh kasus di atas, suami harus membimbing istri dengan sabar. Tidak cukup disimpan di dalam hati, tidak cukup mengkritik dan mencela istri. hendaknya suami sabar membimbing istri dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut.

Pertama, mengomunikasikan harapan kepada istri

Hendaknya para suami mengomunikasikan keinginan dan harapan kepada istri dengan kalimat positif. Jangan menggunakan kalimat negatif untuk menyatakan keinginan kepada istri, agar lebih mudah diterima dan dipahami oleh istri. Yang saya maksud kalimat positif adalah kalimat yang berisi muatan positif secara rasa dan makna, dan kalimat negatif adalah kalimat yang berisi muatan negatif secara rasa dan makna. Contoh ungkapan dengan kalimat negatif adalah sebagai berikut:

"Aku tidak suka bau badanmu. Kamu tahu gak, bau badanmu tu kaya' sampah."

"Aku benci banget dengan pakaian training olahragamu itu. Apa menariknya pakai celana dan kaus training kaya' gitu di rumah?"

Keduanya contoh kalimat negatif, karena berisi muatan ejekan dan cemoohan yang bisa menyinggung serta menyakiti hati istri. Sedangkan contoh ungkapan dengan kalimat positif adalah sebagai berikut:

"Aku senang dengan hal-hal yang segar dan alami. Akan sangat indah kalau tubuhmu bisa memancarkan aroma yang segar setiap hari."

"Aku sangat senang dengan hobi olahragamu. Itu akan menyehatkan. Namun akan lebih indah jika engkau mengenakan daster seksi saat di rumah. Celana dan kaus training itu dikenakan saat melakukan olahraga saja".

Pada dua contoh ungkapan tersebut mengandung pujian dan harapan, tanpa muatan yang bersifat menghina atau mencela. Dengan ungkapan yang positif, akan membuat suasana lebih kondusif, dibandingkan kalimat negatif. Mengomunikasikan harapan ini sangat penting, agar istri mengetahui apa yang harus dilakukan untuk menyenangkan suami. Istri menjadi tahu apa yang tidak menyenangkan suami dan apa yang membuat suami menjadi senang.

Ketika suami tidak mengomunikasikan keinginan dan harapan kepada istri, membuat istri tidak mengetahui apa yang disenangi dan tidak disenangi suami. Bahkan bisa jadi kesimpulannya menjadi sangat berbeda dengan apa yang sesungguhnya terjadi. Misalnya, suatu ketika ada sahabat yang memberikan masukan kepada istri itu tentang bau badan dan pakaian ola raga yang sering dikenakannya. Bahwa bau badannya tidak sedap dan penampilannya dengan celana dan kaus training olahraga itu tidak menarik. Bisa jadi si istri akan membela diri.

"Aku memang merasa bau badanku tidak sedap. Tapi nyatanya selama ini suamiku diam saja. Suami yang tiap hari ketemu aku saja tidak pernah ribut soal bau badanku kok kamu malah ribut."

"Apa pedulimu dengan penampilanku di rumah? Aku mau pakai celana dan kaus training, mau pakai daster atau pakai apa saja, toh nyatanya tidak pernah dipersoalkan oleh suamiku. Ia enjoy saja kok dengan penampilanku...."

Nah, kalau tidak pernah dikomunikasikan, justru istri merasa bahwa bau badan dan penampilannya itu baik-baik saja. Bahkan mungkin sang istri berpikir bahwa suaminya sangat senang dengan bau badan dan penampilannya ketika di rumah. Padahal senyatanya, suaminya sangat benci dengan dua hal itu. Maka suami harus mengomunikasikan secara baik-baik harapan dan keinginannya dengan kalimat positif.



Kedua, memberikan bantuan dan sarana yang diperlukan

Hendaknya suami memberikan bantuan dan sarana yang diperlukan istri untuk memenuhi harapan tersebut. Misalnya, suami membelikan aneka wewangian untuk sang istri yang sesuai dengan seleranya. Sejak dari sabun mandi, shampoo, deodoran, dan lain sebagainya, dengan aroma sesuai selera suami. Dengan demikian ada tindakan nyata suami untuk mewujudkan keinginannya, bukan semata-mata mencela, mengkritik, atau memendam sendiri keinginan dan harapan.

"Dik ini aku belikan aneka wewangian yang membuat tubuhmu berubah aroma setiap harinya. Kalau kamu pakai deodoran ini, akan membuatmu beraroma straberi. Yang ini akan membuat tubuhmu beraroma melon. Yang ini membuat tubuhmu beraroma jeruk... Ini akan menyenangkan karena aroma tubuhmu berubah setiap hari."

Demikian pula untuk urusan pakaian saat di rumah, sebaiknya suami segera membelikan daster dengan model dan warna yang sesuai keinginan dan harapannya. Jangan hanya mengkritik soal pakaian istri saat di rumah namun tidak pernah membelikan istri pakaian sesuai dengan yang diinginkan. Tidak perlu mengkritik istri, namun komunikasikan secara baik, kemudian belikan pakaian sesuai harapan suami.

"Dik, ini aku belikan beberapa daster cantik untukmu. Yang celana sama kaus training olahraganya dimusiumkan saja ya. Itu sudah terlalu lama."

Dengan tindakan nyata, suami bisa membantu istri untuk menjadi seseorang seperti yang ia harapkan. Tanpa kemarahan, tanpa kejengkelan, tanpa emosi, tanpa celaan, namun langsung melakukan tindakan untuk membantu istri menyesuaikan dengan harapan suami.



Ketiga, sabar melewati prosesnya.

Hendaknya para suami selalu bersabar melewati proses tersebut. Jangan menjadi suami instan, di mana maunya melihat segala sesuatu sudah beres, sudah baik, sudah sesuai dengan keinginannya. Jangan menjadi suami sim salabim, yang penginnya melihat istri sudah berubah seperti yang ia inginkan. Semua perubahan memerlukan proses, dan semua proses memerlukan waktu. Untuk itu, suami harus memahami bahwa perubahan tidak bisa serta merta atau tiba-tiba.

"Sudah lima tahun aku menunggumu berubah. Namun kamu sama sekali tidak ada perubahan apa pun. Aku lelah menunggumu berubah," ujar Budi.

Suami merasa sudah menunggu lima tahun untuk melihat perubahan pada istrinya. Namun uniknya, sang istri merasa tidak mengetahui kalau dirinya sedang ditunggu oleh sang suami. Selama ini ia merasa enjoy saja, tidak merasa ada sesuatu yang sangat serius untuk diperbaiki. Ternyata tiba-tiba Budi 'meledak', membuat Novie sangat kaget karena tidak menyangka Budi menyimpan sesuatu ketidaknyamanan terhadap dirinya.

Kalimat Budi di atas menandakan ketidaksabaran melewati proses. Bahkan, ternyata prosesnya pun belum ditempuh oleh Budi. Ternyata Budi belum pernah mengomunikasikan ketidaksukaan terhadap bau badan dan pakaian training yang selalu dikenakan Novie di rumah. Budi juga belum pernah membelikan deodoran dan daster untuk Novie. Selama ini Budi hanya memendam perasaan itu di dalam hati, tanpa pernah mengomunikasikan dengan Novie.

Kesabaran suami dalam membimbing dan membersamai istri menuju kondisi yang diharapkan menjadi salah satu faktor penting dalam menciptakan keharmonisan hubungan mereka. Suami tidak perlu uring-uringan,jengkel, emosional menghadapi sikap istri yang dianggapnya tidak berusaha untuk berubah. Pertanyaan pentingnya adalah, apakah proses sudah dilakukan oleh suami? Apakah ia sabar melewati prosesnya?

Jika suami tidak sabar melewati proses, apalagi jika tidak mau menempuh prosesnya, maka nikmati saja apa pun kondisi istri Anda. Nikmati saja seperti apa pun aroma tubuh istri Anda. Nikmati saja seperti apa pun dekilnya celana dan kaus training istri Anda......

Jika ingin istri berubah sesuai keinginan suami, maka jadilah suami yang sabar membimbing istri.

Selamat pagi sahabat semua. Salam Kompasiana.

*

Budi dan Novie, bukan nama sebenarnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun