Mohon tunggu...
Cahyadi Takariawan
Cahyadi Takariawan Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Buku, Konsultan Pernikahan dan Keluarga, Trainer

Penulis Buku Serial "Wonderful Family", Peraih Penghargaan "Kompasianer Favorit 2014"; Peraih Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019" dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, Konsultan Keluarga di Jogja Family Center" (JFC). Instagram @cahyadi_takariawan. Fanspage : https://www.facebook.com/cahyadi.takariawan/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Langkah Penyegaran Keluarga

25 Juli 2016   21:53 Diperbarui: 26 Juli 2016   17:14 1197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.ultraupdates.com

Untuk mewujudkan ketahanan keluarga, ada beberapa aspek yang sangat penting dan signifikan untuk mendapatkan perhatian. Pada enam postingan terdahulu, berturut-turut telah saya sampaikan tentang tentang aspek persiapan menjelang pernikahan (lihat ), aspek pembinaan hidup berumah tangga (lihat ), aspek pemberdayaan keluarga (lihat ), aspek pencegahan (lihat), aspek penyelesaian masalah(lihat), dan aspek pemulihan (lihat).

Kesempatan kali akan saya sampaikan aspek penyegaran.Tidak cukup hanya pulih dari permasalahan, namun keluarga harus selalu dijaga kesegarannya. Agar menjadi keluarga yang selalu segar sepanjang masa pertumbuhannya, walau didera dengan aneka masalah dan dihadapkan pada aneka persoalan. Tetap segar walau usia keluarga telah senja. Tetap segar walau tengah mengalami badai yang datang melanda.

Keluarga adalah organisme hidup, maka ia selalu mengalami pertumbuhan, perkembangan dan perubahan dari waktu ke waktu. Kondisi dan situasi keluarga tidak pernah flat, selalu berubah sesuai dengan siklus kehidupan dan logika permasalahan yang ada dalam setiap siklusnya. Karena organisme hidup, keluarga juga bisa mengalami kelesuan, kejenuhan, kelayuan, bahkan kematian, apabila tidak ada upaya untuk menjaga dan menyegarkannya.

Menyegarkan Kehidupan Keluarga

Untuk itu setiap keluarga harus pandai melakukan berbagai usaha untuk menyegarkan situasi dan kondisi keluarga. Tidak perlu menunggu situasi layu atau mengering, namun perlu tindakan nyata dan terus menerus untuk menyegarkan kehidupannya. Ada beberapa usaha yang bisa dilakukan oleh suami istri dalam menyegarkan kehidupan berumah tangga.

Sebagai manusia beriman, kita selalu meyakini bahwa pernikahan memiliki nilai dan posisi dan nilai sakral. Dihalalkannya “segala sesuatu” antara seorang lelaki dan seorang perempuan, adalah atas nama Allah. Karena ada kehalalan yang disahkan oleh agama, karena ada contoh teladan dari kehidupan Nabi Mulia, karena ada pengesahan dari negara. Ikatan pernikahan bukan semata janji hati dan ikrar lisan dua insan yang bersepakat membangun rumah tangga, namun pernikahan adalah ikatan suci atas nama Ilahi dan melaksanakan arahan Nabi.

Pernikahan dinyatakan dalam kitab suci sebagai “mitsaqan ghalizha”, sebuah ikatan yang kokoh, yang tidak boleh diurai secara sembarangan tanpa alasan yang bisa dibenarkan. Pernikahan bukanlah sebuah uji coba atau semata-mata sarana penyaluran kesenangan antara dua manusia. Jika dipahami semata-mata sarana memperoleh kesenangan, maka tatkala rasa senang itu sudah mulai berkurang atau hilang, maka akan segera mengakhiri ikatan pernikahan, dan mencari kesenangan yang baru. Kawin cerai, demi mendapatkan kesenangan-kesenangan baru.

Jika dipahami semata-mata untuk mendapatkan teman dalam menjalani kehidupan, maka tatkala mengalami kebosanan dan ketidakcocokan sifat maupun karakter, akan segera mengakhiri ikatan pernikahan, untuk mendapatkan teman baru yang lebih mengasyikkan. Kawin cerai demi mendapatkan teman-teman baru yang lebih menyenangkan. Seakan-akan pernikahan tidak memiliki nilai sakral sama sekali, semata-mata hanya demi mendapatkan kesenangan dan keasyikan saja.

Hal yang menyegarkan kehidupan berumah tangga adalah dengan selalu mengingat posisi dan nilai sakral pernikahan. Bahwa menikah berarti ibadah, bahwa menikah berarti menjalankan sunnah, maka tidak layak dijadikan permainan atau semata dipahami sebagai kesenangan. Oleh karena itu, saat mengalami ketidaksenangan, saat mengalami kebosanan, saat mengalami kenelangsaan, saat mengalami kepahitan, tidak layak cepat-cepat memutuskan untuk mengakhiri pernikahan, karena ada nilai yang sangat sakral.

Istri anda cantik, suami anda ganteng, dan anda dulu menikah karena tertarik oleh kecantikan dan kegantengannya? Mungkin saja, tapi tentu ada motivasi yang lebih asasi dibanding sejumlah asesori yang menjadi penghias keindahan pernikahan. Sebagai insan beriman, kita memiliki motivasi yang suci dan mulia dalam membangun hidup berumah tangga. Motivasi untuk ibadah kepada Allah, motivasi untuk menjalani sunnah Nabi Saw, motivasi untuk membangun peradaban kemanusiaan yang bermartabat, motivasi untuk menjaga kehormatan diri, motivasi untuk mewariskan generasi Rabbani. Ini adalah sejumlah motivasi suci yang sudah menjadi kesadaran setiap insan beriman dalam menjalani pernikahan.

Berbagai motivasi itu merupakan idealisme yang dibangun menjelang proses pernikahan. Hendaknya motivasi ini selalu dijaga dan dijadikan pengingat di sepanjang kehidupan. Motivasi ini yang mampu menjadi daya tahan terhadap keperihan hidup, yang membuat suami dan istri segera melenting berdiri saat sempat terpuruk dan terjatuh. Semacam adegan film action Hollywood di bagian akhir yang sang jagoan sempat kalah, namun segera bangkit berdiri dengan gagah memenangkan pertarungan di bagian akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun