Mohon tunggu...
Pairunn Adi
Pairunn Adi Mohon Tunggu... Administrasi - Penyuka fiksi

Seorang Kuli Bangunan yang sangat suka menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Surat Merah Jambu [Untuk yang Kusebut Dik]

7 September 2018   16:06 Diperbarui: 7 September 2018   16:10 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Hari ini, aku bertengkar dengan matahari. Ia merampas mimpiku, semalam, ketika sedang bercumbu denganmu. Padahal, mimpi itu untukmu, yang pernah aku janjikan itu.

Kuharap kau tak marah, Dik. kalaupun marah, marahlah pada waktu. Waktu yang telah mempermainkan kita. Aku pun juga jengkel padanya.

Dik, ketika waktu itu, harusnya tak memberi cerita. Tapi, entah mengapa semua berjalan tanpa sketsa. Sampai kini aku masih menunggu, di gerbang kota itu, ketika kau tinggalkan.

Pada sepi, selalu kubercerita rindu. Pada angin selalu kucari kabar. Pada malam selalu kuberkata menunggumu.

Tapi, Dik, itu sia-sia. Aku tahu itu, tapi hati tak mau mengerti. Haruskah selamanya bermimpi? Karena kau jauh di sana dalam penjara janji, terikat selembar kertas yang distempel KUA.

Mau apa lagi, tak mungkin melipat jarak, tak mungkin bisa. Tapi, tak apalah, cinta akan selamanya cinta, aku akan menunggumu di kehidupan berikutnya.

Di batas kota
Bulan separuh pergi
Tinggalkan resah
Sepasang embun bisu
Sepi memagut rindu

Jalanan lengang
Kunang kunang menangis
Sesali rasa
Menanti bara ungun
Tanpa sebatang kayu

Malang, 7 September 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun