Mohon tunggu...
pahim fahruri
pahim fahruri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Jangan resah andai ada yang membencimu karena masih ramai yang mencintaimu di dunia. Tetapi, resahlah andai allah swt membencimu karena tiada lagi yang mencintaimu di akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Karakteristik Masyarakat dalam Mempertanyakan Urusan Agama

1 Juli 2022   07:12 Diperbarui: 1 Juli 2022   07:27 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fenomena agama adalah fenomena universal umat manusia. Selama ini belum ada laporan penelitian dan kajian yang menyatakan bahwa ada sebuah masyarakat yang tidak mempunyai konsep tentang agama. Walaupun peristiwa perubahan sosial telah mengubah orientasi dan makna agama, hal itu tidak berhasil meniadakan eksistensi agama dalam masyarakat. Sehingga kajian tentang agama selalu akan terus berkembang dan menjadi kajian yang penting. Karena sifat universalitas agama dalam masyarakat, maka kajian tentang masyarakat tidak akan lengkap tanpa melihat agama sebagai salah satu faktornya. 

Seringkali kajian tentang politik, ekonomi dan perubahan sosial dalam suatu masyarakat melupakan keberadaan agama sebagai salah satu faktor determinan. Tidak mengherankan jika hasil kajiannya tidak dapat menggambarkan realitas sosial yang lebih lengkap. 

Begitu pula dalam ranah pendidikan, agama sangat penting untuk dikaji, karena apabila terjadi dikotomi antara agama dan pendidikan maka sudah bisa dipastikan pendidikan tersebut tidak bisa optimal dan bahkan tidak akan sampai kepada tujuan yang sebenarnya. Maka dari itu pendidikan tidak akan pernah terlepas dari agama dalam prakteknya. Hal itu tentu berakar dari latar belakang dan kondisi sosial di masyarakat. 

Di kota-kota atau desa-desa sudah mulai marak pengajian dan kajian rutin yang akhir di acara tersebut memberi ruang untuk bertanya. mereka yang sehari-harinya berkutat dalam kesibukan pekerjaan mencari kepuasan dahaga lewat kajian-kajian yang mencerminkan islam begitu hitam-putih, kalau tidk salah ya benar dan ketidak mampuan memberikan al tenatif jawaban yang mendamaikan. 

Di sisi lain ustadz, dai dan agamawan di tuntut untuk bisa menjawab segala pertanyaan yang diajukan,. Masyarakat ingin mendengar jawaban yang puas dan pas dihati mereka, sementara para dai ada rasa gengsi, takut, tertekan apabila tidak bisa menjawab dan tidak berani mengakui ketidaktahuan,sehingga begitu sembrono berbicara hukum agama tanpa berpikir konsekuensi jangka panjangnya. 

Ada juga penanya yang bertanya dengan tujuan untuk mengetes ilmu agama sang dai. ketika ia bisa menjawab meeka bertepuk tangan, tapi ketika ia tak bisa menjawab mereka akan mencibir, kecewa, hingga samapai pada satu titik mereka berhenti mengikuti pengajian dai tesebut dan bealih ke pengajian lain yang daoat memuaskan nafsunya dalam beagama. sungguh miris sekali ketika agama menjadi komedi dan para ustadz, kiai, dan dai sebagai komikanya. Dan disitu terdapat pertanyaan. Apakah agama islam mengajarkan hal demikian? 

Dalam tradisi pesantren, tentu kitaakan menemukan hal-hal seperti diatas. karena salah satu hal paling dasar yang diajarkan para kiai adalah akhlak. bagaimana para santri menghormati gurunya dan para ahali ilmu, bhkan sampai pada menghormati keluarganya. Tentu kita ingat bagaimana akhlak penuntut ilmu ketika bertanya kepada sang guru, mereka bertanya ketika dipersilahkan atau ketika mereka tidak paham atas materi yang disampaikan. maka kita tak heran jika kita banyak menemkan kitab dan buku yang dikarang para ulama berasal dari pertanyaan seorang santri kepada gurunya. Bayangkan, jika itu diterapkan dipengajian-pengajian masyarakat urban perkotaan atau pedesaan. 

Ali Ahmad Tahwawi menegaskan dalam bukunya Fatawa Ar-rasul bahwa sebagian adab dan etika orang yang betanya kepada ahli ilmu, guru, mufti adalah hendaknya seorang penanya memandang sang guru dengan pandangan kasih sayang,bkan pandangan kebencian, Tahwawi melanjutkan,seorang penanya tidak diperkenankan betanya hal-halyang menjatuhkan dan mendiskeditkan pribadi sang guru.

Di sini terdapat kesimpulan bahwasannya pentingnya sebagai umat islam untuk belajar ilmu-ilmu yang mempelajari tentang akhlak seperti kitab ta'lim mutaallim agar kita tahu mana itu akhlak yang terpuji dan mana yang tercela.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun