Mohon tunggu...
sudahsore.com
sudahsore.com Mohon Tunggu... Lainnya - Coram Deo

pembayar pajak, rakyat biasa...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penjabat Kepala Daerah: Kesempatan Emas yang Tidak Datang Dua Kali...

17 Juni 2022   13:43 Diperbarui: 17 Juni 2022   13:48 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penjabat kepala daerah : kesempatan emas yang datang dua kali.

Bila pemilihan kepala daerah serentak baru dilakukan november 2024, dan kepala daerah baru terpilih baru aktif awal tahun 2025, maka para penjabat kepala daerah yang ditunjuk akan punya waktu cukup, bahkan lebih dari cukup untuk membuat perubahan positif di daerah. Padahal direncanakan akan ada 24 Gubernur dan 248 bupati/walikota yang akan berakhir jabatannya sebelum 2024

Penjabat kepala daerah bersih dari pengaruh politik praktis karena bukan hasil dari proses pemilihan politik. Jadi ia tidak memiliki 'hutang' pada siapapun. Mereka tidak perlu membayar mahar pencalonan, tidak perlu mengeluarkan dana kampanye dan tentu saja tidak menerima sumbangan dari siapapun untuk diangkat menjadi penjabat.

Data survey KPK selama 3x pilkada serentak yaitu tahun 2015,2017 dan 2019 dengan responden pasangan calon yang kalah,  menunjukkan betapa kepala daerah terpilih sebenarnya sudah terikat kaki dan tangannya oleh mereka yang mendukung pencalonan hingga terpilih. Jelas mereka memiliki 'hutang' baik kepada partai politik yang sudah merekomendasikan, kepada para donatur atau pemberi sumbangan, kepada mereka yang sudah mendukung proses kampanye dan seterusnya.

Hasil survey konsisten, pada setiap pilkada, 80% lebih dana yang dibutuhkan pasangang calon datang  sumbangan.Sumbangan tidak gratis. Secara eksplisit penyumbang meminta 4 hal. Pertama, fasilitas lebih untuk proyek pengadaan barang dan jasa. Mereka ingin diberi proyek. Kedua, agar perijinan terutama pengelolaan sumber daya alam diberikan padanya. Ketiga, penyumbang mengincar jabatan struktural baik di pemda maupun di BUMD. Ini yang mendorong kepala dinas terjun ikut menjadi tim sukses calon.  Terakhir, penyumbang yang memiliki bisnis yang sudah berjalan di daerah itu, meminta adanya perlindungan terhadap keberlangsungan bisnisnya.  

Empat keingingan para penyumbang setiap pilkada muncul dan dikonfirmasi oleh para calon. Bahkan seluruh calon berkomitmen untuk memenuhi keinginan para donatur ini. Tidak heran jika perilaku kepala daerah terpilih sudah memiliki 'hutang', bukan kepada masyarakat untuk pelayan publik, tetapi kepada para penyumbang untuk proyek pengadaan, perijinan serta jabatan.

Nah, penjabat kepala daerah tidak memiliki ini semua. Jadi seharusnya ia akan leluasa untuk mengupayakan perbaikan pelayanan kepada masyarakat. Penjabat  dapat segera mereformasi perijinan di daerahnya dengan mendorong transparansi dan proses yang lebih cepat. Pengalaman mengatakan, transparansi perijinan tergantung komitmen kepala daerah. Bukan karena hal hal teknis. Dengan penggunaan teknologi maka perijinan on-line akan sangat mungkin direalisir karena tidak ada kepentingan baginya untuk membuat meloloskan ijin bagi pengusaha tertentu.

Demikian juga untuk korupsi di proses pengadaan barang dan jasa. Lemahnya komitmen untuk merealisir pengadaan yang efisien dapat ditutupi oleh penjabat. Apalagi untuk kasus korupsi berupa  jual beli jabatan. Tentu penjabat tidak memiliki kepentingan untuk menempatkan pejabat yang biasanya bagian dari tim sukses, karena ia tidak memiliki tim sukses.

Jadi dari sisi pencegahan korupsi, penjabat kepala daerah memiliki kesempatan emas. Ketidakterikatan dengan para donatur, partai politik dan tokoh masyarakat lain justru dapat digunakan untuk menyiapkan dan mengimplementasikan sistem pencegahan korupsi.

Penjabat memiliki keleluasaan dari tekanan politik karena tidak memiliki keterikatan sewaktu menduduki jabatan. Apalagi waktu yang tersedia lebih dari cukup. Penjabata akan menghadapi penetapan APBD tahun 2023, 2024, bahkan ikut menyiapakan APBD 2025. Jadi komitmen untuk pelayanan publik sangat mungkin dilakukan melalaui anggaran daerah yang dikuasainya.

Sebagai pejabat pembina kepegawaian-PPK, para penjabat juga memiliki kesemapatan emas untuk pelaksanaan rekomendasi KASN. Hasil monitoring KASN berupa rekomendasi kerap diabaikan oleh pemerintah daerah karena pimpinan daerah tidak setuju. KEtidak setujuan ini biasanya karena proses pengangkatan pejabat daerah yang tidak sesuai aturan. NAmun rekomendasi pasti akan diabaikan sepanjang pejabat tersebut merupakan titipan kepala daerah. Dengan posisi sebagai penjabat, dapat dilihat rekomendasi KASN selama ini terkait daerahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun