Mohon tunggu...
Padmarani Syandina
Padmarani Syandina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa SV IPB

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlukah Pemuda Bersiap Menangani Perubahan Iklim?

28 Maret 2021   23:23 Diperbarui: 28 Maret 2021   23:33 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Perubahan iklim bukanlah mitos sekarang. Cuaca tak menentu—sebentar panas, sebentar hujan, kota terkadang banjir, belum lagi bencana alam ekstrim siap menghantam pemukiman. Dampak perubahan iklim itu tidak hanya dirasakan oleh satu wilayah saja, tapi semua wilayah bumi turut merasakannya.

 Sekarang, mari kita lihat Kota Malang. Kota yang dikenal bersuhu dingin itu, ternyata turut mengalami dampak perubahan iklim. Noor Fatmah A K, perwakilan komunitas Earth Hour Malang, mengatakan bahwa kondisi lingkungan Kota Malang lumayan krisis terutama pada suhu udara. “Dulu warga Kota Malang bisa merasakan embun atau dingin tanpa perlu pergi ke Kota Batu. Sekarang frekuensi hujan lebih banyak dibanding frekuensi jumlah dingin,” ujarnya.

 Hal itu disebabkan kenaikan jumlah penduduk setiap tahunnya. Selain dikenal dengan kota yang dingin, Kota Malang dikenal dengan biaya hidup yang murah dan pendidikan yang mumpuni. Inilah yang membuat penduduk kota lain tertarik untuk tinggal di sini.

Dilansir dari Republika.co.id, jumlah mahasiswa baru yang diterima Universitas Brawijaya pada tahun 2019 mencapai 14.600 mahasiswa. Jumlah ini menjadi yang terbanyak se-Indonesia. Dari 14.600 mahasiswa, tentu tidak sedikit yang berasal dari luar Kota Malang sehingga butuh akomodasi selama masa belajar mereka. Ini masih dari Universitas Brawijaya saja. Belum ditambah mahasiswa perantau dari universitas seperti Universitas Negeri Malang, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahin Malang, dan sederet universitas lain. Selain itu, Kota Malang juga kedatangan perantau yang berniat tinggal untuk bekerja.

Kedua alasan perantau tersebut membuat Kota Malang menjadi padat sehingga jumlah sampah dan kadar polusi udara turut meningkat. Lalu, banyak tanah yang dialihfungsikan menjadi bangunan seperti perumahan dan tempat bisnis semisal di wilayah Sudimoro. Sudimoro merupakan jalan sempit di mana sawah mengapit di sisi kanan dan kiri. Wilayah ini merupakan jalan tembus bagi warga daerah Tunjungsekar jika ingin menuju Jalan Soekarno-Hatta tanpa perlu melewati Jalan Borobudur. Namun, sejak tahun 2019, banyak usaha coffeeshop dibuka dan terkenal sebagai tempat nongkrong anak Kota Malang.

Sudimoro adalah salah satu dari sekian alih fungsi lahan di Kota Malang. Alih fungsi lahan menyebabkan lahan hijau berkurang sehingga penyerapan air berkurang dan menyebabkan air hujan yang mengguyur Kota Malang menjadi tergenang. Genangan air ini tidak terserap dengan baik dan menjadi banjir. 

Oleh karena itu, komunitas Earth Hour Malang hadir untuk mencegah dampak perubahan iklim. Komunitas ini memperbolehkan siapa pun dari berbagai kalangan yang ingin berkecimpung dalam menjaga lingkungan untuk bergabung. Akhirnya, anggota Earth Hour Malang bisa mencakup semua lapisan masyarakat.

Aksi yang dilakukan oleh Earth Hour Malang berupa aksi edukatif berupa kampanye. Secara garis besar ada dua aksi yaitu aksi pokok dan non pokok. Aksi pokok adalah aksi-aksi yang sudah disepakati secara global seperti Earth Hour Day. Sementara aksi non pokok adalah aksi yang dilakukan atas inisiatif komunitas seperti menanam pohon Mangrove, bersih-bersih pantai, school campaign, dan lain-lain.

Jika sudah ada komunitas yang berniat mengedukasi warga, apakah pemerintah Kota Malang sudah maksimal mengatasi isu lingkungan yang mengarah ke perubahan iklim ini?

 Menurut Noor Fatmah A K, perwakilan Earth Hour Malang, kerja nyata pemerintah belum maksimal. Di samping itu, pemerintah belum benar-benar merangkul komunitas atau aktivis di bidang lingkungan. Lalu, Earth Hour Malang menilai birokrasi pemerintah sulit jika komunitas ingin mengajak kerja sama.

Meski begitu, komunitas dengan senang hati berkolaborasi bersama pemerintah jika ada kesempatan terutama dalam mewujudkan aksi nyata. Misalnya kampanye ke pusat perbelanjaan untuk menukar kantung plastik dengan tas belanja yang bisa dipakai berulang kali. Dengan aksi sederhana seperti itu, diyakini jumlah sampah plastik kresek Kota Malang perlahan berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun