Mohon tunggu...
Saprudin Padlil Syah
Saprudin Padlil Syah Mohon Tunggu... profesional -

Visit me on padlilsyah.wordpress.com I www.facebook.com/Padlil I\r\n@PadlilSyah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sukun dan "Devide et Impera" (2)

6 April 2018   13:46 Diperbarui: 6 April 2018   14:14 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto diambil dari mediahouse.rs

"Bukankah  kamu bertahun-tahun menggeluti Ilmu Nahwu?" Abah malah bertanya. Serius  tapi wajahnya memancarkan keteduhan. Sama seperti waktu-waktu Abah  menemani dan mengajak main Sukun kecil. Efeknya rasa tenang dan damai  merasuk ke jiwa Sukun. Sukun akan selalu bisa terbuka dengan Abah  tentang apapun.

***

Sukun  masih ingat saat pulang dari pesantren, ia mengajak Abah diskusi yang  sangat penting dalam hidupnya. Ia ingin menyelamatkan kehidupan Abah.  Abah sudah salah jalan. Keluarga Abah Tersesat. "Ini adalah saat tepat  mengamalkan 'quu anfusakum wa ahliikum naaroo'," pikirnya dengan  menyitir sebuah ayat.

"Abah  ini masih Kafir. Abah belum Islam. Yuk Bah, kita masuk Islam". Setelah  prolog yang rada sulit, akhirnya Sukun sampai pada tujuan inti dari  diskusi sore itu di ruang tamu. Waktu itu ia duduk di kelas 2 SMP. Ia  ingat betul, waktu itu, Abah sedang menelaah dua kitab; Nailul Author  dan Kifayatul Akhyar.

Tampak  sekali Abah kaget mendengarnya. Bukan marah, tapi ada khawatir  menggelayut di wajah Abah. "Abah kan sudah Islam. Asyhadu Allaa Ilaaha  Illalloh Wa Asyhadu Anna Muhammadar Rosululloh," jawab Abah sambil baca  dua kalimah syahadat, "jelaskan ke Abah dimana letak salahnya Islam  Abah!" Pungkas Abah sambil hatinya bergetar. Sekali lagi bukan karena  emosi. Tapi karena rasa sayang yang hakiki kepada anak tunggalnya tidak  bisa disembunyikan lagi.

Tidak  ada data dan referensi hasil analisa sendiri yang bisa Sukun jadikan  hujjah saat itu. Dulu, Sukun bukan Sukun yang sekarang. Tepatnya Sukun  dulu belum menguprade dirinya menjadi Sukun yang ucap dan tidakannya  merupakan kristalisasi pertempuran data dan hujjah dalam pikirannya.  Namun ia bisa menggunakan dasar-dasar yang digunakan oleh seniornya saat  mencekoki dirinya tentang sebuah 'hijrah kaffah'.

Seniornya  ini terpaut 5 tahun lebih tua darinya. Sang senior sudah duduk di  bangku kelas akhir SMA. Seniornya ini menjadi teman ngobrol dari candaan  sampai obrolan yang serius bagi Sukun. Begitupun sebaliknya. Pembedanya  adalah seniornya lebih banyak pengalaman. Yuswandi nama si senior.

Sukun  tidak banyak tahu asal-usul Yuswandi. Yang ia tahu, Yuswandi adalah  kakak kelas yang pinter, baik, dan enerjik. Satu lagi, ia teman main  catur yang tangguh. Walaupun dalam hal ini, Sukun lebih unggul.

Sukun  menjelaskan kepada Abah apa yang disampaikan oleh Yuswandi, bahwa Islam  itu ada dua; Islam Tuntunan dan Islam Turunan. Yang pertama mengikuti  ajaran Nabi. Yang kedua hanya sebuah warisan.

===

"Yang  benar adalah yang pertama. Yang kedua hakikatnya masih kafir. Masih  dalam keadaan Jahiliyyah," ucap Yuswandi dengan sangat serius. Sukun  ingat obrolan itu terjadi pada jam 2 malam di kamar no 4. Setelah mereka  dibagunkan oleh jam waker kecil untuk sholat tahajjud. Masa itu belum  seperti sekarang dimana HP sudah menjadi barang biasa yang dimiliki anak  sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun