Mohon tunggu...
Padepokan Rumahkayu
Padepokan Rumahkayu Mohon Tunggu... -

Padepokan rumahkayu adalah nama blog yang dikelola oleh dua blogger yang suka bereksperimen dalam menulis, yakni Suka Ngeblog dan Daun Ilalang. 'Darah di Wilwatikta' ditulis bergantian oleh keduanya dengan hanya mengandalkan 'feeling' karena masing- masing hanya tahu garis besar cerita sementara detilnya dibuat sendiri-sendiri. \r\nTulisan- tulisan lain hasil kolaborasi kedua blogger ini juga dapat ditemukan di kompasiana.com/rumahkayu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Darah di Wilwatikta Eps 16: Selendang Pelangi Para Bidadari

26 November 2011   18:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:09 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Selendang di pinggang Kiran bergerak- gerak melambai.

Rasa khawatir menyelinap di dada Dhanapati.

Tidak. Dia bukan khawatir mengenai dirinya sendiri. Dia tahu bahwa sekali Bhayangkara Biru berniat menangkapnya, maka mereka akan mengejarnya kemana pun. Telah diperhitungkannya hal tersebut. Sejak apa yang terjadi di Dukuh Weru beberapa waktu yang lalu, Dhanapati tahu bahwa Bhayangkara Biru tak akan begitu saja berhenti.

Bukan itu yang dicemaskannya.

Dia mencemaskan Kiran.

Sebagai seorang tabib, Kiran hebat luar biasa. Dia sabar, telaten dan tak mengijinkan kesalahan sekecil apapun terjadi. Dhanapati telah melihat bagaimana dia begitu teliti mengobati setiap luka dan pantang berhenti di tengah jalan.

Beberapa kali sudah Dhanapati menyaksikan bagaimana wajah dan sekujur tubuh gadis tersebut basah bersimbah peluh ketika berusaha mengeluarkan racun yang masuk sangat dalam ke dalam tubuhnya. Racun yang amat sulit dikeluarkan sebab ajian sakti pada pendekar Bhayangkara Biru membuat racun itu menancap kuat di tubuh.

Tapi, Dhanapati sungguh tak tahu seberapa kemampuan Kiran untuk beradu jurus dengan ketujuh tamu tak diundang ini. Satu dibanding tujuh, bukan hal yang dapat dianggap enteng.

Dhanapati menghela nafas. Kakinya mulai terasa kaku, seakan ada ribuan semut menjalar mulai dari ujung kaki hingga lututnya. Demi para Dewata, pikirnya, bahkan belum bertempur pun kakiku sudah tak dapat digerakkan dengan baik begini. Bagaimana pula aku akan dapat membantu Kiran, pikirnya.

Terlintas dalam pikiran Dhanapati tentang kepolosan Kiran yang ditunjukkan sebelumnya saat dia bahkan tak dapat memperhitungkan bahwa yang datang bukan Bhayangkara Biru.

Gadis ini terlalu lugu, pikir Dhanapati cemas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun