Mohon tunggu...
Sahyul Pahmi
Sahyul Pahmi Mohon Tunggu... Penulis - Masih Belajar Menjadi Manusia

"Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan." Email: fahmisahyul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Duhai Adinda..

2 Oktober 2015   10:25 Diperbarui: 2 Oktober 2015   11:08 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Sahyul Padarie, no. 98

Duhai adinda....

hari itu kita bertemu, dan ku bertanya siapakah dirimu. Atau engkaulah bidadari kutunggu.
Mulut tak bisa lagi berucap, karena hati ini selalu berharap. Mata tak bisa lagi melihat, karena jiwa ini selalu mengikat. Telinga tak bisa mendengar, karena badan ini selalu gemetar.
Duhai adinda....
Seandainya aku berada di tepi jalan dekat rumahmu, maka aku akan selalu merasakan detak jantungmu. Seandainya aku melihat tanaman yang engkau tanam itu, maka aku akan selalu terpejam melihat tentang dirimu. Seandainya aku menyapu halapan depan rumahmu, maka aku akan selalu heran akan kecantikan ilmumu.

Seandainya...
Walau tak mungkin ku lakukan, namun aku punya harapan. Yang akan terus berjalan menuju cinta impian. Sebagai makhluk pengandai di persimpangan jalan.

Duhai adinda....

Hari ini engkau masih terbang, kesana kemari di langit yang bersinar mentari. Ku tahu engkau masih butuh angin, untuk terbang di langit yang dingin. Coba engkau terbang ke gunung, ada aku termenung. Merenungi kehebatanmu terbang di atas awan, membuatku menjadi heran. Akan bulu-bulu indah bagai rembulan, di malam kegelapan. Terbanglah sayapku, walau engkau tak mengenaliku. Namun ketika sayap itu telah berhenti terbang di atas awan, kemarilah untuk hinggap di sangkar kerinduan.

Duhai adinda....

Nyamuk disini bernyanyi, terbang kesana kemari. Mencari cairan darah walau di jemari. Menyanyi dan berdansa, di telinga manusia biasa. Hadir ketika malam menjemput, saat sepi menghasut. Menusuk kulit kasar, di ranjang beralas gusar. Walau hidupmu di tentukan, telapak tangan yang menikam. Akan nyanyian sendu, menghibur jiwa serba pilu.

Tapi... Saya mohon kepada nyamuk di sini, nyanyikan lagu untuk anganku, yang sedang merindu. Di rumahnya menantiku.

Duhai adinda....

Ku menderita sebagai makhluk penghayal, di gubuk kecil beralas debu, hati ini selalu berseru. Dalam keheningan jiwa bersabar, akan derita beredar. Di dunia kecil penuh khilaf, tempat manusa dhaif hinggap. Tak mengenal lagi cairan air mata, di bawah kelopak mata beralis cahaya. Setapak demi setapak jalan kususuri, untuk menuai tujuan dalam misteri. Semua derita ini terjadi, karena aku tak mengenal arti. Arti sebuah cinta suci, yang ingin aku ikat dengan tali jerami. Wajar semua derita ini kualami, karena aku hanyalah penghayal dalam mimpi. Namun kuakan terus berkhayal, dalam mimpi yang gagal. Karena hidup adalah mimpi, terkadang mimpi itu hidup untuk cinta suci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun