Mohon tunggu...
Sahyul Pahmi
Sahyul Pahmi Mohon Tunggu... Masih Belajar Menjadi Manusia

Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan. Email: fahmisahyul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Colosseum dan Swafoto Terakhir

17 Mei 2025   17:09 Diperbarui: 17 Mei 2025   17:09 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Dokumentasi Pribadi Hasil Generate AI/chatgpt.com

Sore itu di Roma, cahaya matahari menetes seperti madu dari langit yang bersih. Di seberang Piazza del Colosseo, suara kamera digital bersahut-sahutan dengan percakapan turis yang terbata-bata mengucap "bellissimo." Colosseum berdiri seperti masa lalu yang enggan pergi, menawarkan reruntuhan sebagai tempat selfie. Di sinilah, seorang pria dari negeri yang menyebut diri "the greatest country on earth," memanjat pagar besi.

Namanya tak penting. Yang penting adalah ia mengenakan kaus bertuliskan "YOLO," dan dari sorot matanya terlihat bahwa ia yakin bahwa sejarah adalah latar belakang yang sempurna bagi eksistensi digital.

Ia ingin berdiri lebih tinggi dari orang lain. Mungkin agar fotonya tampak seperti pahlawan. Atau gladiator. Atau filsuf dadakan yang kebetulan memakai filter Valencia.

Tapi pagar tua itu punya dendam. Besi-besinya tak pernah lupa bagaimana para turis membidiknya dengan flash terang, lalu pergi tanpa pernah tahu siapa yang dibunuh di arena itu, siapa yang dijual, siapa yang disalib. Maka ketika pria itu memanjat, salah satu ujung pagar menembus punggungnya---seperti masa lalu yang akhirnya menikam masa kini.

Darah mengalir seperti pengakuan dosa. Jeritannya memecah suasana, mengusir sepasang kekasih yang sedang berpose seperti Audrey Hepburn. Para turis mengerubunginya, sebagian memanggil ambulans, sebagian lagi mengaktifkan kamera. Dalam dunia ini, tragedi adalah konten, dan penderitaan adalah algoritma.

Seorang pria Prancis berkata lirih, "C'est tragique."  

Seorang wanita Jepang membungkuk sedikit dan memotret.  

Seorang bocah Italia berteriak, "Mama, kenapa dia tidak pakai aplikasi edit luka?"

Dan di tengah kegaduhan itu, pria itu mulai kehilangan kesadaran. Sebelum pingsan, ia sempat bergumam, "Apakah latarnya cukup bagus?"

Petugas medis datang. Mereka harus mengangkat tubuhnya pelan-pelan, karena pagar itu lebih keras kepala dari cinta pertama. Butuh waktu dua puluh menit untuk membebaskannya. Ia akhirnya dilarikan ke rumah sakit San Giovanni. Delapan puluh jahitan. Oksigen. Infus. Dan luka yang tak bisa difilter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun