Mohon tunggu...
Sahyul Pahmi
Sahyul Pahmi Mohon Tunggu... Penulis - Masih Belajar Menjadi Manusia

"Bukan siapa-siapa hanya seseorang yang ingin menjadi kenangan." Email: fahmisahyul@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Mudik Kali Ini Saya Mengetahui Perbedaan Salonde dan Bundu'-bundu'

9 Juni 2019   15:05 Diperbarui: 9 Juni 2019   15:13 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: resepdanmakanan.com

Saat mudik lebaran tiba, makanan khas yang paling saya damba-dambakan hadirnya kayak kamu cantik adalah Burasa' (baca: Bugis). Sebuah makanan yang isiannya terbuat dari beras ketan dan dibungkus oleh daun pisang, makanan ini pasti ada ketika anda bersilaturahmi di daerah Bugis-Makassar setelah lebaran.

Letak pendambaanku kepada makanan yang satu ini karena tahan lama, bahkan bisa bertahan selama satu minggu boskuu, tentu itu adalah alasan yang paling mengenakkan untuk kalangan anak kos seperti saya . #hehe, dengan tekstur yang berbentuk kotak memanjang sangat memudahkan saya untuk memotongnya kecil-kecil di kos nantinya, untuk disandingkan bersama makanan anak kos sejuta umat. Yaitu mi instan.

Saya mudik setelah lebaran di Makassar, artinya saya mudik tidak ontime. Tidak pas saat query mudik jadi pencarian paling populer di mesin telusur Google, atau saat beranda social media saya dipenuhi status dramatik nan romantik "Otw kampung, siap-siap ditanya lagi 'Kapan Nikah'". Jangan baper yang mengalaminya.

Sesampainya saya di kampung, tepatnya di Dusun Padaria, Desa Ampekale, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros. Alamatnya sengaja dilengkapin siapa tau ada yang kirim THR pasca lebaran hehe makanan yang sudah saya tunggu-tunggu kelezatannya sudah dihidangkan, berbalut daun pisang yang muda, dengan kontras warna yang kehijau-hijauan membuat nafsu makan saya tidak lagi tertahankan.

Berbareng opor ayam di sampingnya membuat kenikmatan dan kebahagiaan di hari lebaran yang lalu tidak lagi dapat dibahasakan. Mengingat saya adalah mahasiswa spnia pei spti yang berarti 'jarang pulang' (Baca: Yunani) ke kampung, ditambah lagi saya seorang introverters yang lebih memilih menulis ketimbang kumpul bareng membahas hal yang tidak penting. Dan ditodong pertanyaan kapan wisuda.

Bertahun-tahun setiap hari lebaran tiba, Burasa' atau buras adalah santapan yang pasti ada di kampung saya, dan bertahun-tahun itu pula saya mengenal, sekadar mengenal makanan pedanannya. Yaitu Salonde' dan Bundu-bundu'. Semacam abon sapi tapi Salonde' dan Bundu'-bundu' terbuat dari parutan kelapa dan daging ikan sebagai perasa keasinannya serta kegurihannya.

Ya... sekadar mengenal dan taunya makan saja hehe Salonde' dan bundu'. Makanan penambah dan pelengkap kelezatan buras. Padaha Salonde' dan bundu' secara view looknya tampak sama, apalagi rasa? Sudah tidak harus lagi di klaim-klaimkan, semuanya enak dalam paduan parutan kelapa dan daging ikan.

Pada saat itu setelah saya menikmati Salonde' dan Bundu'-bundu', insting logic saya tak hentinya mendobrak, ingin segera difungsikan. Sampai pada suatu titik tolak pertanyaan apa perbedaan Salonde' dan Bundu'- Bundu'?.

Maka mulailah saya urai secara ontologi, epistimologi, dan aksiologi perbedaanya. #hehe

Salonde adalah makanan pendamping buras, yang dibuat dengan parutan kelapa yang sudah digoreng, dicampur dengan daging ikan yang sudah dihilangkan tulangnya, adapun corak warnanya berwarna coklat muda kegosong-gosongan sedikit, akibat dari penggorengan parutan kelapa. Saat hendak memakannya buras dipotong lalu dicelupin di Salonde.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun