Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Airlangga Hartarto dan Upaya Partai Golkar Tepis Politik Pecah Belah

13 Juni 2022   18:24 Diperbarui: 13 Juni 2022   18:29 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Setelah tahun 1998 yang menjadi tanda bagi periode  yang disebut Era Reformasi, rakyat Indonesia telah menjalani proses suksesi politik dan kekuasaan secara beradab. Dari lima kali Pemilihan Umum (Pemilu) yang telah berlangsung, semuanya berhasil dilewati secara mulus.   

Masyarakat tak menunjukkan rasa tidak puas lewat cara-cara non konstitusional yang berujung kepada kekacauan dan ketidaktertiban terhadap hasil ataupun pemimpin yang lahir dari proses demikratis tersebut.

Gambaran dari lima Pemilu tersebut serta model pemilihan tidak langsung (Pemilu 1999), maupun yang dilaksanakan secara langsung pada pemilihan sesudahnya (2004-2019) memperlihatkan tingkat kedewasaan masyarakat yang sejatinya jauh diatas  prediksi awal sebagian pengamat. 

Mereka yang mengaku sebagiannya adalah pakar, akademisi maupun peneliti  bahkan ada yang menyangsikan kedewasaan masyarakat terhadap perbedaan. Perbedaan yang dikhawatirkan berujung kepada perpecahan dan pengkotak-kotakan berbasis SARA, sebagai akibat langsung dari perbedaan dan saluran aspirasi yang dipilih.

Meski tidak bisa juga dipungkiri, bahwa praktik dan upaya politik pecah belah yang dilakukan oleh partai politik pada dua Pemilu terakhir sempat mengemuka. Namun bibit-bibit perpecahan yang muncul dari sana, sejatinya juga datang dari aktor dan pemeran lain yang mengusung agenda sendiri di luar kerangka NKRI. 

Semua tak lepas juga dari aturan dasar demokrasi yang memberi ruang kepada setiap warga negara untuk menyampaikan aspirasinya, meski hal tersebut kadang tanpa disadari keluar dari spirit berbangsa dan bernegara yang pondasinya secara kokoh telah dibentuk oleh para bapak bangsa, saat menyusun Undang-Undang negara jelang Kemerdekaan pada tahun 1945 lalu.

Berdasarkan spirit persatuan itu pula, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mendoorng para kader untuk mengedepankan politik persatuan dan kemajuan. Dorongan tersebut dikemukakan guna mencegah masih adanya upaya dan praktik politik pecah belah serta politik rasa takut yang mengemuka beberapa waktu terakhir ini di masyarakat. 

Menurut Airlangga, menebarkan rasa takut dan perpecahan, bukan termasuk politik yang dipakai Partai Golkar dalam partisipasi politik yang selama ini dijalani, mulai dari pusat hingga daerah. Politik pecah belah tak akan melahirkan calon pemimpin yang paham dengan aspirasi bawah.  Karena calon pemimpin yang baik adalah dia yang mampu menggalang kerjasama, bukan yang saling menjatuhkan.

"Partai Golkar sifatnya inklusif. Oleh karena itu Partai Golkar merekrut, bekerja sama dengan partai lain. Yaitu dalam hal ini membentuk koalisi dengan PAN dan PPP. Artinya apa, kita membuat kepemimpinan yang bisa bekerja sama. Bukan kepemimpinan yang saling menjatuhkan. Kita tidak ingin politik bangsa ini malah dibelah hanya oleh kepentingan politik. Nah, ini yang kita ingin bahwa politik kita adalah politik yang mempersatukan. Bukan politik yang membelah-belah."kata Airlangga saat membuka Executive Education Program for Young Political Leaders Angkatan 7 sekaligus peluncuran Aplikasi Golkar Institute Training App, Senin (13/6/2022) di Kantor DPP Partai Golkar.

"Tak ada yang baik dari kemenangan yang diraih melalui cara memecah belah.  Kasus Amerika yang terbelah sebagai strategi dari Donald Trump dalam menggalang suara pada pemilihan umum mereka, dampaknya masih terasa hingga hari ini.

Airlangga Hartarto yang juga Menko Perekonomian tersebut melanjutkan, keterbelahan adalah syarat mutlak bagi mereka yang bersikap ekstremis yang mengedepankan rasa takut.  "Oleh karena itu kita tidak ingin politik fear yang dimainkan. Tetapi, politik yang optimis politik kemajuan," papar Airlangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun