Mohon tunggu...
Anak Tansi
Anak Tansi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Seorang perantau yang datang ke ibu kota karena niat ingin melihat dunia lebih luas dari Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Sawit Indonesia Perlu Lakukan Ini Sebelum Gugat Uni Eropa ke WTO

23 Mei 2019   01:55 Diperbarui: 23 Mei 2019   02:51 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Uni Eropa hampir dipastikan akan mengesahkan RED II (Renewable Energy Directive II/ RED II) yang berisi larangan untuk beredarnya biodiesel berbahan bakar sawit  di kawasan Eropa mulai tahun 2020 mendatang.

Sementara Indonesia sepertinya juga sudah memantapkan langkah untuk menggugat keputusan yang rencananya akan keluar pada 22 Mei ini ke Badan Perdagangan Dunia atau WTO.  Aspek dasar yang menjadi alasan utama Indonesia mengadukan persoalan ini adalah karena keputusan dinilai bersifat diskriminatif.

Seperti yang beredar di beragam media, Sidang parlemen Uni Eropa akan mengambil keputusan terkait undang-undang Renewable Energy Directives II (RED II) pada tanggal 22 Mei ini. Salah satu poin keputusan yang akan keluar adalah menyebut sawit sebagai salah satu tanaman yang berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan.

Apabila RED II disetujui oleh anggota parlemen tersebut, seluruh negara anggota Uni Eropa akan terikat oleh regulasi tersebut dan tak lagi diperbolehkan untuk mengimpor biodiesel berbasis minyak kelapa sawit.

Sebelumnya, Uni Eropa pernah dituduh melakukan diskriminasi atas biodiesel minyak kelapa sawit asal Indonesia saat Uni Eropa menuduh Indonesia menerapkan subsidi pemerintah atau dumping terhadap biodiesel sawit Indonesia.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya,jika keputusan Uni Eropa terkait RED II ini jadi d bawa ke sidang WTO, seberapa besar peluang Indonesia untuk memenangi gugatan tersebut.

Menurut sebagian pengamaat  Uni Eropa selalu mengaitkan sentimen negatifnya dengan permasalahan dalam negeri, yakni mengenai konversi lahan hutan ke perkebunan kelapa sawit yang dianggap mempengaruhi perubahan iklim. Itu artinya, mereka akan selalu menjadikan factor isu lingkungan menjadi senjata andalan, meski faktanya tak selalu sama seperti yang mereka baca.

Untuk itu, sebelum benar-benar bertarung di  meja persidangan WTO, pemerintah dan stake holder dalam negeri juga perlu melakukan sejumlah aksi yang bisa membuka mata Eropa juga WTO terhadap  kondisi terakhir bisnis ini di dalam negeri.

Pada sisi diplomasi, pemerintah melalui diplomat harus lebih gencar menggelar kampanye positif tentang sawit ke negara-negara di benua biru tersebut. Sedangkan dengan dengan negara-negara yang selama ini menjadi importer utama biodiesel sawit seperti Spanyol dan Italia, penguatan dalam bentuk perjanjian bilateral perlu diterapkan.

Tak hanya kampanye, menggencarkan diskusi dengan berbagai pihak di Uni Eropa baik oleh diplomat maupun pelaku pasar, kementerian terkait juga tak boleh kurang.

Tuduhan bahwa sawit menjadi biang kerok deforestasi juga harus dijawab dengan data dan informasi ragam kebijakan yang telah dilaksanakan. Informasi seperti sertifikasi sawit berkelanjutan sebagaimana yang diberlakukan dalam ISPO ( Indonesia Sustainable Palm Oil) harus selalu diinfokan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun