".....Silih asah, silih asuh, dan silih asih. Saling memintarkan, saling menyayangi, dan saling bertukar, demi satu tujuan: SDM unggul, Indonesia maju." Begitu kutipan isi Pidato Mas Nadiem, 02 Mei 2021 yang menyelipkan Semboyan Siliwangi.
Selamat Hari Pendidikan Nasional untuk kita semua! Rasanya suasana peringatan Hardiknas di tahun 2021 ini masih relatif sama. Sebagaimana kisah tahun lalu, hari ini kita pula kembali harus berjuang menyukseskan pendidikan sembari berjibaku dengan pandemi.
Pada tahun ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bersama Mas Nadiem mengusung tema "Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar".
Ditilik lebih jauh, tema ini sesungguhnya merupakan transformasi tema Hardiknas tahun lalu, yaitu "Belajar dari Covid-19". Maka dari itulah ada pengulangan diksi "terobosan" dan "lompatan" beberapa kali dalam pidatonya Mas Mendikbud-Ristek.
Ya, kita semua semestinya telah banyak belajar seraya memetik refleksi atas hadirnya bencana global yang menyengsarakan wajah pendidikan Bumi Pertiwi.
Terus terang saja, hadirnya pandemi yang sudah berlalu lebih dari satu tahun ini terkesan membuat kita mandek, stagnan, jalan di tempat, menanti aba-aba, bingung mengambil kebijakan, gelisah mempertimbangkan dampak dan resiko, bahkan terasa lelah untuk berinovasi.
Hanya saja, lagi-lagi sebagai bangsa yang hebat kita tidak boleh berputus asa. Tidak yang tua, tidak yang muda, kita sama-sama mengusung long life education.
Lebih dari itu, saya secara khusus mengapresiasi pidato Mas Nadiem yang menyelipkan semboyan Siliwangi. Pidato selengkapnya bisa dibaca di sini: (Pidato Mas Nadiem untuk Hardiknas 2021)
Ya, selain menyampaikan ajakan untuk melakukan refleksi, transformasi, serta memanen hikmah dari pandemi, Mas Mendikbud-Ristek juga menghadirkan motto kejuangan Prabu Siliwangi yaitu Silih Asah, Silih Asuh, dan Silih Asih.
Entah sengaja atau tidak, rasanya semboyan Siliwangi yang tertuang dalam pidato Hardiknas Mas Menteri ini terbalik. Secara, urutan semboyannya adalah Silih Asih, Silih Asah, dan Silih Asuh.
Rasanya, biar bagaimanapun, sebuah semboyan jadi kurang afdal jika dibalik. Lihat saja Semboyan Ki Hajar Dewantara "ing ngarso sung tulodo, ing madyo mbangun karso, tut wuri handayani". Urutannya selalu begitu, dan jadi cukup aneh jadi dibolak-balik.
