Kita urai kondisi pertama dulu, ya. Si jomlo yang kurang serius menggapai pernikahan, kategori jomlo yang kumaksudkan di sini adalah mereka yang sibuk gonta-ganti pacar demi merajut eksistensi diri. Dalam artian, tidak punya pacar berasa seperti aib karena tak bisa pamer postingan.
Kurasa, seorang jomlo yang seperti ini layak untuk di-bully. Kalau dibiarkan lama-lama, sungguh kasihanlah oknum-oknum yang tersakiti gara-gara janji manis. Terang saja, waktu untuk menata kembali hati yang hancur karena putus cinta itu tidak cepat, kan?
Kedua, tentang seorang jomlo yang seakan-akan berusaha untuk menunda pernikahan. Menurutku, dalam kondisi ini ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Bisa jadi Si jomlo masih kurang niat, sibuk mengejar kemapanan, serta merupakan sosok yang pemilih.
Seorang jomlo yang begini juga kukira layak untuk dirundung. Realitanya, seorang yang sudah punya pacar kalau tak kunjung punya niat menikah, mereka tak akan nikah-nikah.
Syahdan, sisi kesempurnaan juga begitu. Tiap-tiap manusia punya kekurangan, tinggal bagaimana caranya menutupi kekurangan tersebut dengan melambungkan pengertian.
Alhasil, sejatinya penekanan di sebalik tulisan ini bukanlah tentang boleh mem-bully jomlo atau tidak.
Tulisan ini lebih mengarah kepada penanaman pengertian bahwasannya kondisi dari jomlo menuju ke pernikahan itu adalah sebuah proses, dan setiap proses memikili jalan dan gaya perjuangannya masing-masing.
Akan sangat baik kiranya jika seorang yang sudah menikah ingin menyemangati jomlo dengan menyertakan solusi.
Semisal, kalau seorang jomlo belum berani datang ke rumah calon mertua, maka temanilah dia. Kalau seorang jomlo kesusahan gara-gara tingginya ketetapan nilai mahar, maka adakanlah musyarawah dengan topik "hakikat mahar".
Terakhir, kalaulah Si jomlo sudah ingin menikah namun belum punya calon, maka bantu carikan. Bulan malah sibuk menanyakan kapan nikah.
Salam.