Era pandemi telah menghadirkan tantangan tersendiri bagi guru dalam mengajar. Suasana hati berubah, kondisi lingkungan ajar berubah, bahkan sistem pembelajaran pun ikut berubah. Hanya satu hal yang tidak pernah berubah, yaitu, pendidikan adalah hak tiap-tiap anak bangsa.
Darinya, guru menjadi salah satu pelaku pendidikan yang paling disorot. Kinerjanya, kompetensi keilmuannya, kompetensi IT-nya, juga kegesitannya dalam beradaptasi mengikuti keadaan zaman.
Terlebih lagi dengan adanya sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), alih-alih mau mengejar target kurikulum, guru bisa saja menjadi pihak yang tersalahkan jika "mengorbankan" siswa untuk melahap materi ajar dengan porsi yang luar biasa.
Demi "mengamankan" posisi guru, dihadirkanlah Kurikulum Darurat yang mengedepankan fleksibilitas dan esensi. Penyesuaian ini tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tertanggal 7 Agustus 2020 kemarin.
Hanya saja, sadar atau tidak paradigma mengajar sebagian guru mulai kambuh ke "penyakit" lama. Imbas dari pandemi, tidak sedikit anak-anak yang mengeluh akan begitu banyaknya tugas serta tak mendapat "The Power of Instruction" yang komplit dari guru.
Sesungguhnya ini alamat bahaya. Ketika guru kembali kepada paradigma dan mindset mengajar zaman bahuela, ketika itu pula keinginan negeri ini untuk segera melakukan transformasi pendidikan jadi terhambat.
Maka dari itu, perlu kiranya bagi guru untuk kembali memperbaharui 3 mindset mengajar berikut ini:
Pembelajaran Berpusat pada Siswa
Mengapa pembelajaran yang berpusat pada siswa perlu kembali diperbaharui? Alasannya sederhana. Dengan sistem PJJ, kesempatan pembelajaran yang mengandalkan sumber informasi serta sumber jawaban dari guru kembali terbuka.
Terlebih lagi bila sistem PJJ-nya adalah modul dan luring, guru bisa semakin mudah menjadi sentral pembelajaran hingga menyentuh sifat didaktis.
Bahaya, kah? Tentu tidak, hanya saja jika dibiarkan lama-lama, siswa akan cenderung pasif karena guru "lebih sibuk" daripada mereka.