Kurang elegan kiranya jika KPAI terlalu cepat menghukumi Kurikulum Darurat sebelum mempelajari serta melihatnya dari berbagai sisi.
Ibaratkan ada sebuah angkot kosong dan kita adalah penumpangnya. Saat angkot itu lewat, kita malah memarahi supir hanya gara-gara warna angkotnya yang kurang menarik, padahal kita butuh tumpangan saat itu.
Apa yang akan terjadi setelahnya? Tentu saja kita akan ditinggal oleh supir, dan kita tidak akan sampai di tempat tujuan. Semoga saja Bu Retno tidak termasuk salah satu penumpang yang seperti ini.
Salam.
Baca Juga: Mengapa Harus Ada "Ragam Kurikulum" di Tengah Pandemi?
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!