Kurikulum Darurat telah dirilis, tepatnya pada hari Jumat (07/08/2020) kemarin yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 719/P/2020 tentang Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi Khusus.
Secara umum namanya memang Kurikulum Darurat, namun Mas Nadiem lebih "suka" menyebutnya dengan julukan "Kurikulum dalam Kondisi Khusus." Pada intinya sama saja, karena maksud dari dihadirkannya kurikulum ini adalah agar siswa-siswi bisa belajar di masa pandemi.
Namanya juga Kurikulum Darurat, artinya diracik dalam keadaan darurat, dibuat dengan jangka waktu tertentu yang memprioritaskan kondisi khusus, dan hasilnya sudah pasti tak bisa memuaskan semua orang.
Maka dari itulah, Mas Mendikbud Nadiem Makarim kemudian menerangkan bahwa Kurikulum dalam Kondisi Khusus memberikan fleksibilitas bagi sekolah untuk memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran siswa.
Karena fleksibel, artinya kurikulum ini tidak wajib untuk diterapkan. Kemendikbud sendiri telah menghadirkan 3 opsi kurikulum yang kemudian bisa dipilih guru sesuai dengan kebutuhan siwa.
Pertama, guru tetap mengacu pada Kurikulum Nasional. Dalam hal ini, sekolah tetap bisa menggunakan Kurikulum 2013 atau Kurikulum KTSP sesuai dengan apa yang telah mereka terapkan sehari-hari sebelum pandemi.
Kedua, guru bisa menggunakan Kurikulum Darurat. Dalam hal ini, kurikulum disederhanakan oleh pihak Kemendikbud dengan kompetensi dasar untuk setiap mata pelajaran sehingga guru dan siswa dapat berfokus pada kompetensi esensial dan kompetensi prasyarat.
Sedangkan opsi ketiga, guru dipersilakan untuk melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri. Maksudnya, guru diberikan kemerdekaan secara khusus untuk meracik sendiri kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan siswa dengan mempertimbangkan keadaan yang ada.
Sekilas, dengan adanya 3 opsi kurikulum ini, berarti penggunaan Kurikulum Darurat sendiri tidaklah wajib. Kita memaklumi karena keadaannya juga darurat dan setiap daerah memiliki kelebihan, kekurangan serta tantangannya sendiri.
Tapi, baru saja kurikulum ini diluncurkan bahkan belum sempat dilengkapi KI dan KD-nya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) malah mengumbar kegelisahan.