Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"New Normal" Pendidikan, Bagaimana Cara Kita Menggapai Esensi Merdeka Belajar?

27 Mei 2020   15:20 Diperbarui: 28 Mei 2020   00:26 825
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SD N 002 Ranai melakukan aktivitas belajar menggunakan masker di Kabupaten Natuna, Indonesia, Selasa (4/2/2020). Tribunnews/Irwan Rismawan.

Akhir-akhir ini istilah "New Normal" terus bergaung kencang dan bergelantungan di berbagai media mainstream maupun di media sosial. Memang bukan istilah baru, tapi selalu ada harapan dan perubahan yang mestinya bisa diwujudkan.

New Normal atau yang Kemendikbud sebut dengan "Kenormalan Baru" mengharuskan kita menerapkan pola hidup dan kebiasaan yang belum ada sebelumnya. Jika konteksnya pandemi covid-19, maka wujud kenormalan baru ini adalah menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Dulunya kita jarang pakai masker, cuci tangan kadang-kadang, dan biasa berkumpul dalam keramaian. Tapi sekarang, ke mana-mana kita perlu pakai masker, sering-sering cuci tangan dan sebisa mungkin menjaga jarak aman. Ada rasa yang berbeda, dan ada pola yang berubah.

Agaknya pendidikan juga demikian. Saat ini mungkin memang belum diputuskan tanggal dan kepastian kapan anak-anak masuk sekolah. Tapi, sebelum libur lebaran mereka tetap berusaha mewujudkan Kemerdekaan Belajar, bukan?

Tentu saja, tiada kata setop untuk memberikan pelayanan pendidikan meskipun dalam suasana pandemi. Ibaratkan sungai yang terus mengalir, belajar harus terus digenjot secara deras kapanpun dan di manapun pelaku belajar berada.

Arus belajar ini sejatinya tidak bisa dibendung. Bayangkan bila sungai yang bernama Merdeka Belajar mampet oleh sampah-sampah, kapan kita mau mengejar ketertinggalan kualitas dengan negara tetangga?

Sebelum ada wabah, mendongkrak nilai PISA saja sudah berasa seperti sedang lomba panjat pinang. Belum sampai puncak dan dapat mesin cuci, sudah terpeleset, sudah ganti kurikulum dan harus mulai lagi dari bawah. Wajar saja mesin cucinya keburu diambil oleh negeri sebelah!

Andai saja lombanya bisa diganti bukan panjat pinang, lomba balap karung misalnya. Mungkin pendidikan negeri ini bisa lebih cepat maju dan melompat. Walaupun beberapa kali sempat terpeleset, kita masih bisa bangkit dan memacu kaki dalam karung untuk melompat lebih jauh.

Nyatanya lompatan-lompatan jauh itu sudah kita coba di tahun ini. Gegara corona, tiba-tiba saja negeri ini mulai familiar dengan yang namanya Zoom, Google Classroom, Webex, Rumah Belajar, Zenius, berikut dengan tetangga-tetangganya.

"Dengan teknologi yang kita miliki sekarang kita bisa akses itu dari mana pun. Jadinya inilah yang namanya Merdeka Belajar. Edukreator itu adalah Merdeka Belajar," begitulah ucap Mas Nadiem yang menegaskan bahwa pandemi akan mengubah cara pandang insan pendidikan.

Tapi! Sayangnya kalimat "teknologi yang kita miliki sekarang bisa akses dari manapun" harus saya garisbawahi karena sesungguhnya lompatan ini hanya dimiliki oleh daerah-daerah dan sekolah-sekolah yang sudah punya karung lompat alias fasilitas yang mumpuni.

Jadi, Merdeka Belajar belum memerdekakan, bukan? Kita masih cukup berat untuk mencapai esensi Merdeka Belajar karena berhadapan langsung dengan bertumpuk-tumpuk masalah.

Di sudut sana, ada sekolah yang belum didukung oleh fasilitas listrik dan internet. Di sudut sini, ada guru yang masih butuh peningkatan kompetensi. Di sudut seberang, masih banyak sekolah yang kekurangan guru sehingga guru yang ada harus merangkap mata ajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun