Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Indonesia Darurat Guru Teladan, "Ini Kesalahan Berjamaah Pemerintah!"

26 Februari 2020   20:59 Diperbarui: 27 Februari 2020   05:18 619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota TNI Satgas Pamtas RI, Serda I Kadek Panji Tinna Astrawan mengajar siswa SDK Nilulat, Kecamatan Bikomi Nilulat, NTT. iNews.id

Jika tidak lengkap, atau ada salah satu dari 4 kompetensi ini belum terpenuhi maka penobatan guru teladan sungguh jauh dari harapan. Guru profesional saja belum, apalagi guru teladan?

Sangat wajar kiranya jika Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia, Muhammad Ramli Rahim mengatakan bahwa tindakan-tindakan negatif seperti kekerasan fisik hingga kekerasan seksual oleh guru merupakan buah dari pola rekruitmen guru yang serampangan.

"Kemendikbud tidak pernah membuat aturan bagaimana pola rekrutmen guru non PNS di sekolah-sekolah sehingga yang terjadi adalah pola rekrutmen yang tidak jelas dan sama sekali tidak mempertimbangkan kompetensi Sang Guru," kata Ramli.

Menilik lagi kepada 4 kompetensi guru, jika seorang guru belum lulus uji kompetensi kepribadian dan kemudian ia direkrut, bahkan dipersilahkan mengajar maka tidak menutup kemungkinan bahwa sang guru bisa melakukan perbuatan amoral.

Nyatanya ini tidak bisa dihindari, kecuali sang guru sendiri yang harus mampu dan bisa mengontrol hawa nafsunya. Untuk mendapatkan guru-guru yang mampu mengontrol hawa nafsu alias menjadi teladan, agaknya pemerintah mesti lebih jeli dan ketat.

Walaupun demikian, para perekrut seperti sekolah maupun pemerintah daerah setempat tidak bisa selalu disalahkan.

Kepala sekolah misalnya, bagaimana ia bisa merekrut guru honorer profesional jika sekolahnya sendiri kekurangan banyak guru. Makin banyak guru honorer yang direkrut, maka makin banyak pula Dana BOS yang dikeluarkan. Sedangkan, siswanya sedikit!

Jadi, wajar bila kemudian ada guru honorer yang mengajar di luar dari kompetensi bidangnya, alias merangkap mata pelajaran. Lah, daripada kelas selalu kosong dan siswa tidak belajar!

Akibatnya, pemerintah dan dinas pendidikan daerah setempat pun ikut tersalah. Kenapa mereka tidak merekrut guru honorer yang berkualitas untuk kemudian disebarkan ke sekolah-sekolah yang kekurangan guru?

Jawabannya, pun kembali jadi pelik. Guru honorer, yang merekrutnya adalah kepala sekolah dan digaji melalui Dana BOS.

Logikanya, jika pemerintah daerah setempat yang merekrut, maka pemerintah daerah itu sendiri yang berkewajiban menggajinya. Iya kalau daerah itu kaya dan APBD mereka besar. Lah, kalau sebaliknya? Ujung-ujungnya, perekrutan guru honorer jadi urusan kepala sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun