Apakah Anda percaya bahwa sabar itu ada batasnya?
Kata orang-orang yang sedang tenang dan adem, menghadapi segala sesuatu itu harus sabar. Mendapat ujian berat, sabar. Mendapat musibah, sabar. Mendapat hinaan, sabar. Belum dapat jodoh, juga sabar.
Tapi, kalau mengacu pada kata-kata orang yang sedang berkecamuk dan penuh amarah maka sabar itu ada batasnya. Terang saja, barangkali ia sudah terlalu penat dengan kepusingan-kepusingan yang hadir di sekitarnya, hingga tertutup semua impian, dan tersempitkan semua pandangan.
Dari sana, tidak jarang ada lisan-lisan kotor yang bertebaran dan memekakkan telinga sebagai ungkapan bahwa sabarnya telah habis. Tidak jarang pula ada tangan dan kaki yang melayang ke rekan sebelahnya, karena sudah tak tahan menahan sabar.
Selain itu, ada pula orang-orang yang mengaku sabar di depan, namun pemarah di belakang. Mengaku sabar tapi mendongkol, kemudian meluapkannya dengan bergibah ria. Hmm, ternyata jadi sosok yang penyabar itu begitu berat.
Sabar Itu Ilmu Tingkat Tinggi
Jika para pakar pendidikan ditanya tentang tingkatan soal apa yang paling sulit, maka mereka akan menjawab soal HOTS (Higher Order Thinking Skills) Level C-6, sesuai dengan acuan Taksonomi Bloom.
Makanya tidak jarang para peserta tes CPNS kepusingan dengan ujian, siswa sampai berasap belajar kisi-kisi soal UN, karena soal-soal itu dibuat oleh pakar pendidikan dengan mengacu pada tingkatan berpikir kognitif.
Tapi, jika semua orang bertanya tentang soal apa yang paling sulit dalam kehidupan, maka jawabannya adalah sabar.
Sebenarnya sabar itu mudah, apalagi jika sekadar menjawab pernyataan tentang apa itu sabar, jenis-jenis sabar, contoh perilaku sabar, hingga cara menjadi orang sabar. Googling sebentar, muncul.
Sabar juga sangat ringan diucapkan, meskipun bagi orang pemarah sekalipun. Tapi bagi mereka yang menjalaninya? Uhhh, bertumbuh-tumbuh air mata, dan berdarah-darah rasa hati.