Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wacana Penghapusan UN Jadi Kesan Mas Nadiem Ingin Populer, Benarkah?

6 Desember 2019   20:33 Diperbarui: 6 Desember 2019   20:48 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Nadiem Makarim. (Suara.com)

Agaknya sangat banyak siswa yang bahagia dengan wacana penghapusan UN hari ini. Walau sebagian siswa yang berada di kelas tinggi masih meraba-raba nasibnya pada UN tahun depan, kebahagiaan para adik kelas seakan menyelimuti ketakutan itu.

Bahkan, kebahagiaan ini pula tertular kepada guru-guru yang selama ini merasa terzalimi oleh UN. Walaupun UN adalah standar mutu nasional, sebagian besar guru menganggap lebih punya hak prerogratif untuk menentukan lulus atau tidaknya siswa, dan Mas Nadiem sedang berjuang mengurusi hal itu.

Di saat Mas Nadiem sedang sibuk mengkaji wacana penghapusan Ujian Nasional, Jusuf Kalla datang dengan lontaran keluhnya. Seiring dengan gelar Doktor Honoris Causa yang diterimanya, JK berpendapat bahwa UN itu penting untuk meningkatkan mutu pendidikan di negeri ini.

Beliau pula mengomentari sepak terjang Mas Nadiem dengan argumen:

"Jangan menjadi bangsa lembek hanya karena ingin populer, paling gampang populer dewasa ini, cukup hilangkan Ujian Nasional, langsung populer digotong-gotong, tapi bangsa menjadi lembek", pada hari Kamis, 05 Desember 2019 kemarin.

Meski penegasan Mas Nadiem bukan untuk menghapus UN, namun berita dan pemahaman umum yang berkembang mengerucut jadi wacana penghapusan UN. Entah ini sekadar untuk meramaikan suasana pendidikan, atau malah memang sudah mulai terpacu semangat pemerintah untuk membangun pendidikan, yang jelas peran media begitu terasa.

Lihat saja bagaimana banyaknya like, comment, and share artikel tentang wacana penghapusan UN. Baik di Facebook, Twitter, Whatsapp, Instagram, dan flatform blog ramai meninggikan wacana ini.

Asumsi awal mengapa sampai seheboh ini, berarti memang banyak pihak yang ingin agar UN dihapuskan. Walau demikian adanya, tetap saja butuh kajian lebih dalam untuk merumuskan kebijakan terbaik. Ini soal pendidikan yang berkelanjutan, bukan soal ganti menteri ganti kebijakan seperti yang ditegaskan oleh Haedar selaku ketua umum PP Muhammadiyah.

UN Jadi "Ancaman" Paling Ampuh Orangtua dan Guru, Tapi...
Selama ini, yang siswa takutkan dalam sekolah adalah Ujian Nasional. Terang saja, setelah bertahun-tahun sekolah dan belajar, mereka harus menghadapi UN yang dianggap detik-detik yang menentukan. 3-4 hari dalam ukuran 3 tahun belajar agaknya terlalu memaksakan hasil.

Karenanya, sekolah seringkali sigap setahun menjelang pelaksanaan UN. Maksimal setengah tahun dari pelaksanaan UN, pembina Upacara semakin lama memberi amanat. Isinya tidak lain hanya tentang UN. Mulai dari bagaimana cara belajar, menambah porsi belajar, ikut bimbel, hingga membatasi kegiatan yang bisa mengganggu persiapan UN.

Alhasil, siswa kelas tinggi mulai meninggalkan ekstrakulikulernya, meninggalkan jabatannya sebagai OSIS di sekolah, dan mulai sibuk belajar pagi-sore tanpa putus. Tidak terhitung berapa jumlah biaya yang dikeluarkan orangtua untuk bimbel, yang penting anaknya mau ikut. Soal belajar serius, nanti dulu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun