Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan featured

Guru Tidak Akan Pernah Punah, Karena Tugas Mereka Tidak Akan Pernah Selesai

25 November 2019   07:09 Diperbarui: 25 November 2020   08:58 2034
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret guru yang mengajar di daerah 3T. (beritaborneo.com)

Perlahan, kita akan segera masuk ke dalam dunia digitalisasi. Mau tidak mau, terpaksa tidak terpaksa, harus dihadapi.

Ada yang bilang, guru akan segera tergantikan dengan peran aplikasi-aplikasi kekinian. Peran guru sebagai pemberi ilmu juga semakin berkurang, dikarenakan siswa lebih senang dapat ilmu dari mbah google.

Berangkat dari kondisi ini, eksistensi guru di dunia nyata seakan-akan semakin pudar dan semakin kelam. Adab kepada guru semakin hari semakin diremehkan, dan kehidupan dunia maya diumbar-umbar untuk merendahkan profesi guru.

Lihat saja bagaimana kegilaan siswa-siswi kita saat ini. Ada yang terang-terangan "nembak" dan menggoda gurunya. Ada yang main sepeda di dalam kelas karena sudah tak mau lagi belajar. Dan ada pula yang menikam gurunya karena tak ada lagi takzim kepada guru.

Kita miris dengan kenyataan seperi ini yang sejatinya semakin menyudutkan guru. Sudah terjun ke sumur yang gelap, guru harus rela terpijak beling dan tersayat hatinya.

Tapi bukan guru namanya jika tidak kuat mental. Bukan guru namanya jika tidak sabar. Dan bukan guru namanya jika mudah putus asa mendidik dan mengajar siswa. Guru tetap dibutuhkan, dan selalu diharapkan sepak terjang positifnya.

Guru Tidak Akan Pernah Punah

Apakah guru sama seperti merek HP jadul, yang hari ini sudah ditinggalkan publik milenial?
Apakah guru sama seperti pengantar surat, yang hari ini hanya tinggal cerita lama?
Atau bahkan disamakan seperti kasir supermarket, yang sebentar lagi tertukar oleh robot?

Rasanya tidak, dan pastinya tidak mungkin. Guru tidak bisa dipunahkan oleh gaya milenial. Guru juga bukan cerita lama, dan robot tak bisa meniru guru. Dengan adanya pengejaran terhadap digitalisasi saat ini, guru tak mungkin ditinggalkan. Guru pasti diajak untuk mendigitalisasikan pendidikan.

Bahkan jika nanti di masa depan mendapatkan ilmu sudah seperti menghirup udara, tetap gurulah yang meniupkan angin ke benua dan samudera agar ilmu yang diserap dapat berguna. Bisa saja guru akan mati-matian dalam meniupkan ilmu itu.

Contohnya bisa kita lihat perjuangan guru-guru kita yang berada di daerah 3T. Butuh berjam-jam untuk mereka bisa sampai di sekolah. Jalan yang dilalui bukan selalu lurus, melainkan berbatu, licin, dan penuh dengan gang-gang rusak.

Butuh kesabaran tingkat tinggi untuk mendidik siswa, terlebih lagi dari kalangan 3T. Siswa di sekolah 3T lebih haus akan ilmu namun masih kurang penyalurannya, dan mereka akan sangat butuh dengan guru. Maka darinya, guru tidak akan pernah punah.

Pengalaman Tidak Bisa Dikejar Dengan Kurikulum

Semua ilmu bisa siswa dapatkan di mana saja, bahkan tanpa harus bertatap muka dengan guru. siswa bingung? Bisa sejenak ambil smartphone dan berselancar di dunia maya. Mau cari apa? Apapun ada.

Tapi sadarkah kita bahwa ada satu hal yang tidak bisa siswa dapatkan sendiri? Ya, itu adalah pengalaman.

Mau sedalam apapun teori siswa tentang perilaku jujur, tetap saja mereka butuh pengalaman tentang jujur. Begitu juga dengan perilaku menghormati orang tua dan gurunya.

Adanya pengalaman yang diajarkan dari guru sebenarnya sangat berguna untuk menempatkan ilmu pada sisi yang benar. Siswa bisa saja dapat ilmu, tapi belum tentu mereka paham dengan adabnya.

Ilmunya benar, tapi jika itu adalah hasil curian karya orang lain maka tiadalah berguna. Ilmunya bagus, siswanya cerdas, tapi jika tak punya sopan santun mau jadi apa!

Dunia maya tak dapat mengajarkan adab. Dunia digital dan robot pun demikian. Jikapun bisa, itu hanyalah sekadar contoh perilaku yang benar. Tanpa pengalaman, siswa belum tentu mampu mengambil sikap dan tindakan yang benar di dunia nyata.

Bahkan kurikulum kita juga tak dapat mengejar pengalaman. Karakternya banyak dan membludak. Materinya juga demikian padat dan selalu menarik. Tapi untuk pengalaman,gurulah yang mampu membinanya.

Apakah itu dengan membiasakan siswa untuk senyum sapa salam, membiasakan siswa berdoa sebelum dan sesudah belajar, mengajak siswa berani unjuk tangan dan beropini, mengajak siswa untuk bersama peduli lingkungan, serta menyiapkan siswa untuk melaksanakan upacara bendera, semua itu adalah pengalaman.

Hal inilah yang semakin menguatkan kita bahwa sejatinya guru itu tidak akan pernah punah.

Tugas Guru Tidak Akan Pernah Selesai

Belajar itu tidak hanya di sekolah, karena kewajiban belajar adalah sepanjang hayat. Paradigma Long life education semakin meneguhkan kita bahwa dalam hidup kita harus upgrade ilmu. Tidak bisa sekadar puas karena barusan menguasai teori A beserta embel-embelnya, karena nantinya kita akan stagnan bersama kepuasan.

Karena belajar itu sepanjang hayat, maka tugas guru tidak akan pernah selesai.

Guru TK mungkin saja dianggap selesai mengajar jika siswa sudah tamat TK. Begitu pula dengan guru pada tingkat-tingkat berikutnya. Tapi, bukankah di masyarakat guru juga mengajar?

Tentu saja. Tetangga, anak-anak, bahkan tokoh masyarakat bertanya tentang ilmu dan pengalaman dari guru. Mereka juga mengusung perubahan dan kemajuan pendidikan di desa dengan senantiasa berkonsultasi dengan guru. Sampai kapan?

Hanya dua hal yang bisa memisahkan guru dari tugasnya yaitu ajal dan hari kiamat. Jika ajal datang, maka yang tersisa dari guru adalah ilmunya yang bermanfaat, karya-karyanya yang berguna, contoh tauladannya yang bermakna, serta ingatan siswa yang menempel sepanjang masa.

Untuk itulah, biarpun nanti kita sudah jadi "orang" tetaplah ingat dengan guru-guru kita. Entah itu guru TK, SD, SMP, SMA, atau bahkan sekadar guru mengaji saat kita kecil tetap perlu kita ingat.

Kita mengingatnya bukan untuk apa-apa melainkan agar kita tidak menjadi sombong ilmu dan sombong kehebatan.

Inilah kenapa banyak orang tersipu dan tersentuh saat membaca teks pidato Nadiem untuk peringatan Hari Guru. Semua orang tersentuh karena mereka ingat dengan jasa-jasa gurunya, ingat dengan keluh dan kesusahan gurunya, serta ingat dengan kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat kepada gurunya.

Akhirnya, momentum Hari Guru menjadi penting agar para guru bisa benar-benar menguatkan hatinya, meyakinkan diri untuk lebih mencintai profesinya, dan melapangkan hati untuk kian sabar dan ikhlas.

Pendidikan tidak melulu tentang mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan juga tidak soal nilai tinggi dan upaya pengejaran kurikulum secara brutal. Pendidikan hari ini adalah soal karakter, soal adab, dan soal moral bangsa. Butuh keteladanan untuk mengejarnya.

Salam.
Selamat Hari Guru.

Ozy Vebry Alandika (Curup, 25 November 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun