Saya ingat waktu itu kelas 5 SD, pelajaran IPA saya dapat nilai 80, benar 4 dari 5 soal. Karena ditemani ibu dan ayah belajar di rumah, ibu saya yang peka segera mengusik jawaban saya yang salah tersebut.
Pertanyaannya waktu itu "tempat tinggal makhluk hidup disebut .....". Jawaban saya adalah habitat, tetapi disalahkan oleh guru. Guru membenarkannya dengan tulisan adaptasi. Saya mah masa bodoh, toh nilainya masih 80.
Tapi beda dengan ibu. Ibu yang mencari jawaban di buku paket IPA akhirnya membenarkan jawaban saya. Dan esok paginya, ibu saya memberi pesan agar saya melapor ke guru IPA, agar guru membenarkan jawaban yang salah. Tapi jawaban guru tetaplah adaptasi.
Malam harinya, ibu saya segera bertanya: "Sudah kamu tanya tadi? Sudah dibenarkan? Dapat 100 kan? ". Saya jawab "tidak bu". Kata ibu guru jawabannya tetap adaptasi.
Apa yang terjadi? Ternyata keesokan harinya ibu saya datang ke sekolah dan menemui guru IPA tanpa sepengetahuan saya. Tapi ternyata guru tersebut sedang izin. Ibu saya langsung menemui kepala sekolah dan segera meminta klarifikasi jawaban.
Kata ibu kepada kepala sekolah:
"Pak, saya mau tanya jawaban anak saya ini benar atau salah. Jika salah, saya mau minta tolong tunjukkan jawaban yang benar, agar nanti saya bisa mengajarkannya di rumah!"
Kepala sekolah yang membaca buku latihan saya langsung membenarkan jawaban saya. Setelah ibu saya beranjak pulang (tanpa memberi saya uang jajan... Hehe) ia mendengar pengumuman dari kepala sekolah, "Kepada seluruh dewan guru, harap segera berkumpul di ruang kepala sekolah!"
Pikiran yang singgah dibenak ibu tidak lain adalah rapat dadakan karena malu. Mungkin isinya adalah nasehat agar dewan guru tidak ada lagi yang ceroboh, hingga sampai orangtua siswa yang membenarkan jawaban.
Waktu itu, ada dua kali ibu saya datang ke SD. Kasus pertama tentang soal IPA, dan kasus kedua tentang soal Matematika. Karena protes itu, akhirnya ibu saya terkenal oleh pihak kantin. Bahkan kata pihak kantin, "kalau Emak Ozy sudah datang ke sekolah, berarti ada yang tidak beres dengan guru-guru SD!"
Terang saja, orangtua yang biasa datang ke SD waktu itu hanyalah orangtua yang mendapat laporan bahwa anak mereka menangis dan diganggu teman sekelas.