Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Gara-gara Sinetron Cinta, Murid-Muridku Jadi "Bucin"

23 September 2019   20:41 Diperbarui: 23 September 2019   22:53 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bucin (Budak Cinta). Gambar dari Film Pendek Cinta Anak SD. (youtube.com)

Kata "Bucin" tidak terdeteksi di Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahkan di Wikipedia. Beberapa bulan lalu saya sempat bingung mendengar murid-murid saling mengolok-ngolok dengan ucapan "Bucin". Saya pun bertanya dengan mereka: "Bucin itu apa Nak?" Sontak saja mereka jawab serentak "Budak Cinta Pak!"

Hebatnya, mereka anak-anak yang baru masuk SMP sudah banyak yang menjadi budak cinta. Terang saja, semenjak film Dilan naik daun anak-anak begitu senang menggombal dan bermain api dengan kata-kata cinta.

Tak jarang beberapa dari mereka pun mendapat cap Bucin karena sudah termakan oleh gombalan-gombalan "gaib" dari teman laki-laki. Anak laki-laki yang baru mulai masuk usia remaja ini pun tak tanggung-tanggung dalam menggombal.

Mirisnya, mereka berani mengungkap cinta bahkan di depan teman-teman mereka di dalam kelas. Dan hebatnya, beberapa hari yang lalu saya pernah mendapat laporan dari salah satu murid melalui chat Whatsapp. Ia mengatakan:

"Pak, tadi saya lihat Si A pegangan tangan dengan laki-laki teman sekelasnya. Lama sekali mereka berpegangan Pak. Saya lihat tadi di dekat kantin sekolah saat istirahat!"

Sontak saja kening saya rasa melepuh. Terlebih lagi Si A tadi adalah murid perempuan yang selama ini saya pandang baik, santun, dan tidak berperilaku "aneh-aneh", terlebih lagi dengan lawan jenis.

Saya pula tak bisa mengontrolnya langsung, karena memang sudah hampir 6 bulan pindah tugas ke SD. Meski demikian, murid-murid yang pernah menjadi saya asuh masih sering berkontak dan meet-up dalam kegiatan ekstrakulikuler. Tapi tetap saja saya tak bisa mendeteksi langsung perubahan perilaku "cinta" yang terjadi pada mereka.

Laporan dari murid diatas hanyalah salah satunya. Rasanya sudah ratusan kali saya menerima laporan-laporan tentang perilaku Bucin yang dilakukan para siswa SMP ini. Karena saat masih mengajar di SMP saya sering memotivasi murid untuk menjaga pergaulan, serta membatasi sikap yang berlebihan dengan lawan jenis seperti tayangan sinetron.

Darinya, banyak para murid yang memilih memutuskan pacarnya. Terutama mereka para murid yang pernah saya ajar. Terang saja, mereka takut saya permalukan di depan lapangan sekolah karena saya sudah tahu siapa pacar mereka, nama, kelas, hingga tempat-tempat yang mereka kunjungi saat menjadi budak cinta.

Karena saya guru agama, maka saya sering memberikan mereka dalil-dalil, hukuman, beserta akibat-akibat dari pacaran dan menjadi budak cinta. Beberapa kali sering saya tambah dengan fenomena-fenomena nyata berserta tanda-tanda kiamat, sehingga tersentuh dan bergetar hati mereka.

Itu sudah beberapa bulan yang lalu, dan sekarang ternyata tambah parah. Anak-anak SMP kelas 7 saja banyak yang ngaku sudah berpacaran sejak SD. Wah, gila memang! Saya lihat, mereka belum terlalu sering memegang Android, apalagi pergi ke warnet.

Dari cerita-cerita murid, ternyata "sinetron cinta" lah yang menjadi penyebab tertularnya virus Bucin.

Sinetron Cinta Bertebaran
Semenjak tayangnya film Dilan, sangat banyak beredar snap, status, dan meme bertajuk budak cinta. Ya, tulisan-tulisan dan gambar berisikan kalimat gombal serta gaya berpacaran layaknya suami-isteri tersebar di mana-mana.

Hebatnya, banyak dari gombalan itu yang dihafal oleh murid, bahkan murid-murid sendiri yang mengimprovisasikan sesuka mereka. Kadang kala, guru-guru yang sudah uzur ikut-ikutan mereka gombalin. Ya, sekadar untuk mendongkrak nilai mereka. Meski akhirnya kena tabok. Haha.

Dari perilaku "keduluan dewasa" murid-murid ini, ternyata yang menjadi biang utamanya adalah sinetron. Sehabis film Dilan, muncul bertubi-tubi sinetron dan FTV yang mengumbar gombalan luar biasa layaknya budak cinta. Hebatnya, semua sinetron dan FTV itu mengangkat judul cinta dan keromantisan.

Mulai dari cinta buta, rindu tanpa cinta, api cinta, cinta karena cinta, hingga cinta anak muda. Semua film bertajuk cinta ini tayang dari siang, sore, hingga malam hari, yang membuat anak-anak remaja begitu baperan, dan para orang tua yang semakin muak karena tak bisa tukar channel.

Belum lagi ada tambahan FTV pendek yang hanya berdurasi 1,5-2 jam lalu tamat. Mulai dari film cinta karena jarum jahit, karena bakso, karena nasi padang, karena jengkol, karena pembantu cantik, hingga cinta karena odong-odong. Bahkan adapula cinta yang harus lapor 1x24 jam. Huuh.

Tayangan Sinetron Cinta Merusak Pikiran Anak
Sebenarnya, apa yang dikejar oleh stasiun televisi hingga rela mendidik anak-anak bangsa menjadi Bucin. Semua judul tentang cinta terus-menerus disajikan. Dan kebanyakan film itu dilumuri dengan gombalan-gombalan yang membuat baper, pelukan, pegangan tangan, hingga ucapan-ucapan bernada mesra.

Sinetron cinta seakan telah menyebarkan bumbu-bumbu micin yang langsung disantap anak-anak sebagai tayangan olahan cepat saji. Ini alamat bahaya!

Jika yang menontonnya orang-orang dewasa sebenarnya bukanlah masalah. Bahkan, orang-orang dewasa pun muak jika terus-menerus mendengar gombalan-gombalan. Terlebih lagi jika gombalan itu disertai dengan perilaku layaknya budak cinta, maka langsung mereka ganti channel, atau segera mematikan televisi.

Tapi jika anak-anak yang sudah "keduluan dewasa" ikut menontonnya, kita juga yang repot. Yang jelas, pikiran mereka yang sejatinya "belum mampu" menimbang cinta malah akan terpengaruh bahkan ikut-ikutan berperilaku layaknya budak cinta.

Dunia sekolah yang sejatinya luas akan jadi sempit saat anak-anak sudah hanya memikirkan cinta dengan pasangannya saja. Uang jajan, uang buku, bahkan uang transport pun rela mereka korbankan hanya untuk menyenangi sosok "dia" yang katanya sudah begitu melekat di hatinya.

"Bucin" Merambat Ke Murid-Murid SD

Anak SD
Anak SD "Bucin". (www.today.line.me)
Sedihnya, para Bucin sekarang sudah berkeliaran di lingkungan SD. Beberapa bulan mengajar di SD, ternyata ada juga para budak cinta berserakan. Sesekali saya ingin tidak percaya dengan situasi ini. Jelas saja, di sini sinyal internet tidak ada, sinyal telepon pun hanya operator-operator tertentu saja yang kuat jaringannya. Tapi kok banyak bucin-nya?

Jika SD di pusat kota atau metropolitan banyak Bucin, tentu kita memaklumi karena memang akses teknologi dan informasi sudah begitu cepat. Tapi jika di SD pinggiran?

Lagi-lagi soal cinta yang menjadi masalah. Anak-anak yang masih duduk di kelas 4 SD saja sudah begitu hafal dengan adegan-adegan berikut dengan jam tayang sinetron-sinetron berjudul cinta-cinta.

Dan hebatnya, anak-anak kelas 5-6 SD sudah bergaya layaknya orang dewasa saat mereka berada di luar sekolah. Dengan hiasan lipstik merah merona, pakaian jeans ketat, hingga pernak-pernik lainnya yang mempercantik diri. Sekilas, mirip sekali dengan gayanya para pemeran di sinetron cinta-cinta.

Sungguh meleset jika "cinta yang salah" terus merambat, terlebih lagi jika sudah mengakar pada diri anak-anak SD. Mereka masih belum akrab dengan Android. Bagaimana jika mereka sudah punya Android semua? Lengkap sudah kebakaran di lahannya generasi bangsa. Sudah kurang literasi, hobinya main tik-tok, dan perilakunya "Bucin".

Sajikan Sinetron Yang Menginspirasi
Stasiun televisi yang menayangkan "cinta-cinta" secara berlebihan agaknya perlu di sikapi dengan serius oleh KPI. Bukan hanya sekadar tayangan kekerasan ataupun tindakan brutal yang jadi sorotan, tetapi juga soal perilaku "cinta" yang kelewatan.

Jika stasiun televisi hanya mengejar rate dan "rame penonton", mereka seharusnya bisa menghadirkan sinetron-sinetron yang menginsipirasi dan banyak nilai edukasinya. Contohnya seperti sinetron Tukang Bubur Naik Haji yang sudah punya ribuan episode. Adapula Si Doel Anak Sekolahan, Para Pencari Tuhan, Keluarga Cemara, dan lain sebagainya.

Sinetron-sinetron ini bukannya tak mengisahkan tentang cinta. Mereka mengisahkan tentang cinta dan mereka juga punya gombalan andalan. Tetapi tidak sampai menyalahi arti dan makna cinta sejati. Tidak pula membuat penontonnya jadi budak cinta.

Sinetron-sinetron ini juga menarik dan mengayomi semua umur. Edukasinya ada, inspirasinya ada, motivasinya ada, akhlak adab moral dan norma pun ada. Dan jangan lupa, sinetron-sinetron ini begitu populer dan mendapat rate tinggi di hati pemirsa.

Sungguh, kita tidak mau anak-anak kita, murid-murid kita, sanak-kerabat kita, bahkan generasi penerus bangsa tumbuh besar menjadi "Bucin". Kita ingin melihat mereka tumbuh dewasa sesuai dengan umur, pemikiran, dan tingkah lakunya.

Kita pula ingin melihat mereka berkembang dan dapat meraih sendiri arti cinta yang sesungguhnya. Jujur saja, Bucin takkan kenyang dengan kata-kata gombal. Bucin juga tidak akan pintar dengan nilai rapot gombal-gombal. Bahkan Bucin tak akan bahagia jika hanya mendapat cinta yang tabu.

Maka darinya, jangan biarkan anak-anak kita "keduluan dewasa" gara-gara sinetron penebar Bucin. Kita takut mereka hancur sebelum meletus. Kita takut mereka terbenam sebelum bersinar. karena sejatinya kita sudah muak dengan gombalan-gombalan fana.

Salam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun