Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Menteri Ditangkap: Ini Bukti Bahwa KPK Tidak Patah Hati

18 September 2019   20:42 Diperbarui: 18 September 2019   20:52 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imam Nahrawi. Merdeka.com

Karena sudah terlalu sering mendengar dan membaca berita tentang korupsi, rasanya berita ini sudah tidak terlalu viral alias biasa-biasa saja. Pejabat Korupsi? Mungkin itu salah satu dari program kerja tahunan mereka kali ya!

Di saat negeri ini minim prestasi olahraga, banyak mafia bola, di saat itu pula timbul badai tornado yang singgah ke "pimpinan" olahraga. Kali ini, angin berhembus kencang ke arah Imam Nahrawi yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Di lansir dari kompas.com, KPK telah menetapkan Menpora Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum sebagai tersangka dalam kasus penyaluran dana hibah KONI. Dalam penyidikannya, Imam Nahrawi beserta asistennya disinyalir menggelapkan dana hibah KONI anggaran tahun 2018.

Pak  Menpora diduga telah menerima suap sebanyak Rp 14.700.000.000 melalui Miftahul selama rentang waktu 2014-2018. Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018 Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11.800.000.000. jika ditambah, totalnya adalah Rp 26.500.000.000.

Terang saja, termuatnya berita ini akan sangat melemahkan keberadaan Kemenpora. "Orang Dalam" Kemenpora akan sangat diragukan senyum manisnya. Apakah senyum itu manis luar dalam, atau hanya manis-manis luarnya saja.

Apalagi sebelumnya, "Orang Dalam" Kemenpora yang  menjabat sebagai pembuat komitmen (PPK) Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanta mendapat gelar "terdakwa" kasus suap terkait alokasi dana hibah Kemenpora ke KONI. Dua "Orang Dalam" ini divonis 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Lucunya, Adhi Purnomo mengaku takut istri dan butuh uang 5 juta untuk pulang kampung. Dan Eko yang memberikan uang haram tersebut menyebutnya THR lebaran. Masa iya, gelarnya saja "Pejabat" Pembuat Komitmen, uang untuk pulang kampung saja tak punya.

Dari sini, agaknya akan tersingkap fakta bahwa macet dan kisruhnya olahraga dalam negeri disebabkan oleh susahnya ACC dan pencairan proposal kegiatan. Karena susah ini tadi, "Orang Dalam" pun seakan "jual minyak" untuk melicinkan jalannya kegiatan. Dan akhirnya, merekalah yang ikut terpeleset.

Walau Tugasnya Berat, KPK Tidak Patah Hati

Tampaknya, semakin kesini semakin susah kita mencari orang jujur. Orang yang mengaku jujur banyak, tapi orang yang berkelakuan jujurnya yang mulai punah. Ironisnya, godaan miliaran uang haram tak tertahankan. Hingganya, mereka menghinakan dirinya sendiri.

Dengan terkuaknya berita ini, setidaknya masyarakat semakin lega dan yakin bahwa KPK tidak kunjung patah hati dengan sikap DPR yang teriak "setuju" dengan huruf U sepanjang tol Cipali.

Dan meskipun Jokowi pula ikut teriak setuju dengan RUU KPK yang berisikan pembentukan dewan pengawas, kewenangan SP3, dan perubahan status jadi ASN, KPK tetap tidak ambil hati serta terus berpacu secara independen. Terlebih lagi, tersangkanya adalah "Bos Besar" negeri yang sejatinya mudah menebar senyum.

Sungguh, tugas KPK makin berat, terutama untuk menggugat sindikat para pejabat yang tidak takut dengan Tuhan. Revisi UU KPK telah dianggap menyayat hati bahkan melumat sahabat-sahabat kita di KPK. mirisnya, masyarakat hanya bisa mengumpat karena aspirasi yang tak sampai.

Khawatirnya, akan ada "proyek besar" menjelang pemindahan Ibukota baru yang melibatkan pejabat elit. Jika KPK tak lagi independen, maka KPK tak lagi leluasa "melihat" proposal rencana kegiatan para pejabat elit. Dan ngerinya, tindakan pelemahan KPK menjadi salah satu rencana para elit untuk memudahkan mereka main api.

KPK harus terus menjalankan tugasnya dan tak boleh patah hati, karena pemberantasan korupsi tidak boleh macet apalagi berhenti. Cukup penduduk bumi Indonesia saja yang sakit hati, karena sejatinya KPK bisa dengan mudahnya menghilangkan sakit hati itu.

Caranya? Tentu saja dengan menguak kezaliman para Pejabat, Orang Dalam, dan Bos Besar yang tak takut dengan Ikrar Sumpah, bahkan dengan Tuhannya.

Salam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun