Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kasih PR Tidak Boleh, Ranking Juga: Apa Benar Ini Sekolah?

8 September 2019   13:48 Diperbarui: 10 September 2019   06:14 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengerjakan PR. (Gambar dari The Rowans School--rowans.org.uk)

Mirisnya, walaupun nilai ke empat aspek tersebut sudah tercantum pada rapor siswa, sebagian guru dan orang tua tetap berusaha mengukur sendiri peringkat anak-anak mereka. 

Yaitu dengan cara melihat keseluruhan nilai pengetahuan dan rata-ratanya. Kemudian mereka membandingkannya dengan nilai yang didapat siswa lain, dan akhirnya ditentukan sendiri ranking-nya.

Nilai sosial dan spiritualnya bagaimana? Ya, tampaknya itu hanya pemanis rapor saja. Asalkan jangan dapat nilai C saja! Jika seperti ini, percuma saja kulitnya Kurikulum 2013, motto-nya karakter, tetapi daging dan buahnya masih orientasi nilai akademik.

Jika pemberian ranking-nya tepat dan objektif, siswa dan orang tua murid rasanya bisa menerima dengan lapang dada, tanpa harus ada kecemburuan bahkan tuntutan berlebihan. Siswa malah akan termotivasi untuk memperbaiki cara belajarnya dan juga sikapnya.

Begitupun dengan para orang tua. Mereka yang perhatian akan memberi penguatan yang lebih kepada anaknya. Dan beberapa dari mereka tentu pernah berkata seperti ini:

"Nah nak, lihatlah Rafli, dia dapat peringkat 1. Sudah rajin, ganteng, dengan Ibu dia salaman, bahkan tutur katanya sopan!"
"Nah dek, coba lihat Si Reyhan. Mantap benar dia itu. Di rumahnya ia rajin bantu orang tua, dia pula sholeh, dan tadi dia pula yang dapat juara umum di SMP..."

Walaupun kesannya seperti membanding-bandingkan anaknya dengan orang lain, tetap terselip harapan agar anaknya menjadi kebanggaan. 

Tidak akan ada orang tua yang punya harapan agar anaknya jadi orang yang "biasa-biasa" saja. Kecuali orang tua itu hanyalah "Orang-Orangan Sawah". Tentu saja semua orang tua ingin melihat anaknya jadi kebanggaan banyak orang.

PR-nya Yang Seperti Apa!

Jika Mendikbud menganggap PR yang diberikan kepada siswa contohnya seperti membantu orang tua dirumah serta berkunjung ke rumah teman yang sakit, bagi saya itu adalah anggapan yang salah besar.

Kegiatan membantu orang tua maupun menjenguk teman yang sakit bukanlah PR melainkan kewajiban dan kebutuhan siswa. Kapan berakhirnya kewajiban? Tentu saja saat kematian menjemput atau matahari sudah terbit dari barat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun