Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

KPI, Duduklah Sebangku dengan Kominfo dan Masyarakat

18 Agustus 2019   13:23 Diperbarui: 18 Agustus 2019   13:33 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo  menerima Petisi daring #KPIJanganUrusinNetflix di Kantor KPI Pusat. kpi.go.id.

Hingga hari ini, polemik mengenai KPI terkait dengan progam penyiaran belum berakhir. Dalam waktu dekat KPI akan membahasnya di meja rapat. Menilik pernyataan Wakil Ketua KPI Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, menegaskan akan membawa petisi dari warganet untuk dibahas dalam rapat pimpinan komisioner KPI Pusat dalam waktu dekat "Kami mengapreasi apa yang sudah dilakukan change.org dan akan segera membahas hal ini. Insya Allah kami akan memberikan pernyataan khusus pada tanggal 21 Agustus mendatang.  Percayalah kami akan tetap membawa ini dalam pembahasan," @kpipusat.

Meski sudah menerima petisi daring dari 70.000 bahkan 75.000 warganet yang berisikan penolakan KPI awasi Netflix, Youtube, dan Facebook, kita belum bisa lega hingga 21 Agustus 2019 nanti. Uniknya, semakin lama KPI memberikan pernyataan khusus, semakin terkuaklah apa yang menjadi keluhan penonton tayangan televisi. Ya, di satu sisi kita penasaran dan di sisi lain aspirasi kita keluar, meskipun belum ada tindakan apapun dari KPI terkait penyiaran.

Sensor Bukan Tugas KPI

Jika kita mengamati tugas dan wewenang KPI terkait dengan program penyiaran, KPI tidak punya wewenang untuk melakukan sensor pada tayangan-tayang televisi yang unfaedah. Tugas KPI adalah melakukan pengawasan program dan memberikan teguran apabila melakukan pelanggaran.

Dalam hal mengawasi, KPI seperti yang disampaikan Darwis dalam kominfo.go.id melakukan verifikasi tayang dan monitoring program stasiun televisi dan radio berjejaring selama 24 jam, jadi kalau ada yang melanggar sesuai aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) maka KPI berhak memberikan teguran. Yang berhak melakukan sensor adalah industri televisi itu sendiri.

Hanya saja, fenomena dan kenyataan yang berkembang saat ini, KPI selalu disalahkan warganet karena tidak melakukan sensor pada tayangan yang "negatif". Memang, beberapa tayangan seperti Tom and Jerry, Sinchan, Dragonball, Spongebob, Little Krisna, hingga yang masih panas saat ini adalah tayang Brownies di salah satu TV swasta sudah mendapat sanksi administratif, berupa teguran.

Tapi sayangnya, sampai sekarang beberapa tayangan tersebut di atas masih eksis di pertelevisian Indonesia. Saking eksisnya, banyak kaum muda yang mengedit, memotong, dan mengubah backsound film tersebut menjadi guyonan dan gombalan. Bagaimana KPI menyikapi ini? Jika masyarakat konvesional hanya bisa mengganti channel televisi, dan warganet hanya bisa meramaikan akun-akun KPI, bagaimana televisi bisa takut?  

KPI Duduklah Bersama Kominfo

Karena belum ada payung hukum yang mengatur tentang program pengawasan Netflix, Youtube, dan Facebook maka KPI perlu duduk bersama dengan Kominfo. Sebagai lembaga yang sama-sama bertanggungjawab atas tayangan informasi, konsumsi dan komunikasi publik, mereka perlu meluruskan visi dan misi.

Menilik dari detik.com, Ferdinandus Setu selaku Plt Kepala Biro Humas Kominfo menyatakan hingga sekarang belum ada lembaga yang bertugas mengawasi konten-konten YouTube, Netflix, maupun media sosial. Meski begitu, dia melihat dalam hal ini KPI yang paling dekat dengan fungsi tersebut. Beliau juga menyatakan bahwa Kominfo mendorong.

Ini alamat baik, yang berarti secara implisit Kominfo menanggapi positif keinginan KPI untuk segera menerapkan pengawasan kepada media-media inkonvensional. Dengan demikian, kedua pihak dapat segera merumuskan alternatif baru terkait penyiaran dan informasi digital, di samping tugas utama KPI mengurus televisi konvensional.

Apakah mau membentuk lembaga baru yang khusus mengawasi media-media penyiaran digital, atau mau membagi kinerja dan menambah porsi tugas dan wewenang, baik KPI maupun Kominfo. Tapi, melihat keadaan saat ini jika KPI menambah  porsi berupa penambahan wewenang terhadap pengawasan media digital, rasanya akan muncul polemik baru. Wajar saja, tayangan-tayangan televisi sekarang saja belum beres di benahi, malah mau menyelam kedalam lautan tak terjamah.

KPI Duduklah Bersama Masyarakat

Keluhan-keluhan akan tayangan televisi yang unfaedah banyak datang dari masyarakat. Terang saja, merekalah yang sehari-hari menatap televisi. Tayangan edukatif mereka lahap, tayangan politik mereka tumis, tayangan hiburan mereka sambal, bahkan tayangan gosip dan ftv pun bisa saja mereka jadikan lauk. Belum lagi dengan tayangan-tayangan layak sensor, tentu akan mereka viralkan.

Dari sini semestinya KPI sigap, cepat tanggap, dan cepat tindak dalam menanganinya. Apalagi sekarang, KPI sudah menyediakan ruang bebas komentar di Instagram maupun akun Medsos lainnya. KPI pula mesti objektif dalam memberikan sanksi, jangan sampai tergoda oleh televisi-televisi swasta yang "gombal".

Meski demikian, tidak perlulah keluhan semua masyarakat KPI telan mentah-mentah. Butuh pula filterisasi, karena tidak sedikit warganet yang hanya ingin mengadu domba dan memperbesar masalah-masalah sederhana. Tidak sedikit juga warganet yang ingin KPI jatuh. Dari sekian ribu bahkan ratusan ribu warganet, tentulah ada yang ingin melihat KPI kembali kuat dan dapat menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

Jikapun nanti di tanggal 21 Agustus 2019, atau pertemuan selanjutnya ada perumusan rancangan berupa UU penyiaran baru, maka duduklah sebangku bersama Keinginan Masyarakat dan Kominfo untuk menciptakan tayangan yang baik dan bernilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun