Bagi saya saya pribadi, suka dengan K-Pop sungguh bukanlah kesalahan ataupun keburukan. Tapi lagi-lagi butuh pembatasan dan jangan sampai mengubah prinsip diri. Kasarnya adalah, liat juga orang sekitarmu, jangan asik dengan diri sendiri saja, perhatikan pula kesenangan orang lain!
Terlebih lagi jika itu adalah perempuan. Muslimah lagi! Pembatasan diri tentunya harus lebih kuat. Pembinaan prinsip diri dengan nilai-nilai dan budaya Islam harus tetap di pupuk. Karena jelas, etika kita Islam dan bahkan bangsa Indonesia sungguh berbeda.
Perkara cium dan pelukan misalnya. Bagi bangsa Barat tentu adalah hal yang lumrah dan biasa-biasa saja, meskipun antara laki-laki dan perempuan. Tapi bagi bangsa kita, terlebih lagi seorang muslim/muslimah, itu adalah bentuk pelecehan dan penurunan kodrat. Terlebih lagi jika wanita digendong-gendong oleh sang idola. Â Agaknya, juga menyalahi etika kemanusiaan. Di sinilah perlunya bersikap.
K-Pop Lover Cenderung Sensitif & Emosional
Hal ini banyak terjadi di kalangan RBG, alias Remaja Baru Gede. Ya, tepatnya masa-masa SMP dan SMA. Beberapa kali saya menerima laporan dari siswa yang mengeluhkan "kesenjangan" perilaku para K-Pop Lovers yang "melunjak" dan keterlaluan. Dan beberapa kali pula saya temui siswa yang saling bermusuhan hanya gara-gara mendengar musik K-Pop.
Dari isi curhatan dan keluhan anak, terlihat para K-Pop Lover sangat sensitif dan emosional jika sang idola mereka di usik. Terlebih lagi jika yang mengusiknya para siswa/i yang tidak menyukai musik K-Pop.
Mulai dari ejekan sederhana seperti "wooii, buatlah tugas dulu, nanti kena marah ibu guru, nantilah yang dengar musik dan nonton K-Pop itu!", hingga ejekan menusuk seperti "Ahh, ngapain kalian suka dengan para K-Pop, gantengnya ganteng plastik, pake suntik silikon!", dan sejenisnya senantiasa berkobar saat jam istirahat atau kala tak ada guru.
Perihal ini sangat intens dan sangat penting bagi seorang guru meluruskannya. Apalagi sekarang musik sudah dirasuki paham-paham radikalis, liberal, hingga ajaran sesat.Â
Jujur saja, fanatik jika masih dalam jangkauan akal sehat tidak akan mengundang celaan melainkan menambah kesukaan dan kecintaan. Contohnya seperti suporter bola.Â
Mereka beli tiket mahal-mahal dan meluangkan waktunya demi menonton tim kesayangan. Kalah menang sudah bukan soal, yang penting bisa hadir dan melihat punggawa mereka bermain.Â
Memang beberapa banyak juga yang ribut dan brutal, tapi itu sama sekali tidak mengubah kesan bahwa fanatik itu buruk. Harusnya K-Pop juga seperti itu. Lagi-lagi ini persoalan prinsipil.