Mohon tunggu...
Ozy V. Alandika
Ozy V. Alandika Mohon Tunggu... Guru - Guru, Blogger

Seorang Guru. Ingin menebar kebaikan kepada seluruh alam. Singgah ke: Gurupenyemangat.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ujian Lisan Menakutkan?

13 Juli 2019   18:54 Diperbarui: 13 Juli 2019   18:59 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa mempersiapkan diri untuk ujian lisan (dok. penulis)

Bagi sebagian besar mahasiswa, penghujung semester ibarat penghabisan fajar. Kenapa? Karena matahari akan segera terbit. Muka kita cerah, karena penat dan sakit kepala reda.  Kantong kita juga cerah, karena tidak ada tagihan bus, tidak beli gorengan banyak-banyak, atau bahan bakar kendaraan lagi. 

Teman kita juga cerah-cerah, karena tidak harus panik meng-SKS (Sistem Kebut Semalam) tugas, tidak lagi berkecamuk menyusun power point, dan tidak lagi lelah bolak-balik ke tempat fotocopy hanya untuk revisi, revisi, dan revisi tugas. 

Cerah itu tandanya tidak lain tidak bukan, yaitu segera libur kuliah.  Terlebih lagi jika dosen hanya memberi tugas perbaikan makalah, resume, atau sekedar menjawab soal ketika UAS, soalnya itu pun mudah-mudah, maka saat itu juga kepanikan menjadi kelegaan.

Tapi lagi-lagi ujian tidak semudah itu. Ya, namanya saja ujian alias pembuktian kualitas/kompetensi. Mungkin untuk beberapa dosen tugas akhir berupa makalah atau resume sudah cukup untuk mengetahui kualitas mahasiswa. Karena dosen itu sudah mencatat detail keaktifan, tugas,  dan kinerja mahasiswa saat proses perkuliahan. Uniknya, pasti ada dosen-dosen tertentu yang ingin mengetahui kualitas mahasiswanya secara akurat karena bisa jadi harapan dosen kepada para mahasiswa sangat tinggi.

Dan benar saja? Itu adalah ujian lisan. Sekarang coba kita bayangkan jika ada 5 mata kuliah. 4 mata kuliah tugas Ujian Akhir Semesternya berbentuk makalah, resume, dan menjawab soal tapi ada 1 mata kuliah yang bentuk ujiannya adalah lisan? Bagaimana rasanya? Sudah tentu ada kepanikan, tidak nyaman, takut, dan gusar. Terang saja, dalam 1 semester biasanya ada 14-16 kali pertemuan, berarti ada 14-16 materi perkuliahan, dan mengujinya dengan ujian lisan? So great. Mau tidak mau harus buat resume dan membaca semua materi. belum lagi fokusnya, niatnya, serta waktunya yang singkat.

Ketika tiba saatnya ujian lisan, sontak saja berdebar, muncul ketakutan. Benar saja, saya absen pertama! Saya duluan ! Gugup pun datang. Meskipun sudah berpengalaman menghadapi orang banyak, tapi ketika berhadapan langsung dengan dosen face to face untuk ujian lisan, tetap panik juga. 

Walau bisa menyembunyikan ekspresi panik itu dengan wajah santai dan tenang, tapi dalam hati rasanya duaarrr, mau meledak. Banyak yang terpikirkan, mulai dari tumpukan keraguan karena tidak bisa menjawab, atau materi yang dipelajari berbeda dengan pertanyaan, hingga takut semua materi yang dipelajari lupa. Haha, bisa saja semakin baca semakin lupa, atau semakin banyak baca semakin banyak lupa. 

Yang lama tidak ingat, yang baru belum di baca, dan yang sekarang entah kemana ilmunya. Jadi, timbullah pemikiran: untuk apa belajar jika nanti pertanyaanya tidak sama, pasti kecewa berat, mendingan tidak belajar, tidak bisa jawab, tidak terlalu kecewa. Haha. Bagi saya sama saja, sama-sama kecewa. Setidaknya ada bekal dan persiapan materi, meskipun itu tidak membuat lega.

Dan setelah ujian, semua perasaan gugup, panik, takut, dan gusar hilang seketika. Jikapun ada kekecewaan karena kesal tidak bisa menjawab pertanyaan, itu adalah kekecewaan yang mendidik dan membangkitkan diri untuk lebih baik. Kode hatinya sudah ada, tinggal bagaimana masing-masing kita menanggapinya. 

Apakah antipati? Apakah apatis? Atau malah ingin memperbaiki diri lebih baik di hari esok. Salah satu teman saya pun begitu antusias memotivasi diri, dan menyatakan beberapa patah kata edukasi: "Hasil tertinggi pendidikan adalah toleransi, karena semakin seseorang paham perbedaan, dia akan paham kebersamaan. Jangan pernah menyalahkan orang lain atas kesalahan dan kegagalan kita."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun