Sampai hari ini di bulan ke 5 pandemi Covid-19 masih saja menghantui masyarakat Indonesia. Kenapa tidak? kasus Corona masih meningkat tajam, dari 88.214 kasus per 20 Juli 2020 menjadi 116.871 kasus per 5 Agustus 2020. Naik 28.657 kasus, atau 28,7 persen, hanya dalam 16 hari.
Sudah banyak asumsi maupun prediksi dari para ahli menyebut virus ini segera lenyap dari tanah air dalam waktu beberapa bulan ke depan. Berbagai upaya untuk menciptakan obat berupa vaksin sudah digembar-gemborkan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Â Katanya sih, bisa menghentikan laju penyebaran virus asal Cina tersebut di tanah air. Â
Indonesia bisa dikatakan sangat lambat menangani pandemi ini sejak kedatangan Covid-19 di awal Maret lalu. Hal ini dikarenakan, pemerintah Indonesia terlihat sangat gagap. Para pejabat terlihat amatir.
Yang anehnya lagi, banyak komentar aneh dan dianggap lucu para pejabat membuat mata rakyat yang berjumlah lebih dari 270 jiwa terbuka. Inkompetensi dipertontonkan tanpa rasa risih dan malu. Mengakibatkan banyak pihak saling menyalahkan. Bahkan sudah bersikap apatis dan apriori terhadap pandemi ini.
Sebut saja di saat Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) Corona tiba-tiba mencuat. Peraturan ini dilengkapi dengan pasal-pasal perlindungan hukum bagi para penguasa.
Padahal Indonesia adalah negara hukum. Setidaknya, begitu yang tertulis di konstitusi kita, UUD 45, baik yang "palsu" maupun yang asli. Sudah jelas dalam perundang-undangan disebutkan bahwa semua warga negara sama dihadapan hukum. Tetapi, Corona bisa membuat hukum menjadi berbeda. Aneh bin ajaib. Pejabat yang dianggap sebagai penolong rakyat jelata rupanya ingin bebas untuk disalahkan.
Tidak mau terjerat permasalahan hukum karena virus ini. Lalu, bagaimana dengan kami sebagai rakyat biasa yang sedikit saja berbuat kekilafan langsung ditangkap dan dipenjara oleh penguasa?
Entah siapa yang benar atau tidak benar. Hanya saja, masyarakat dibuai dengan hal-hal yang dianggap nyawa sudah tidak ada nilainya lagi. Â Hukum bisa diubah dan dipreteli dengan menggunakan pasal-pasal yang dianggap mampu melindungi mereka (pejabat) tidak mau disalahkan. Sudahlah, saya tidak mau begitu nyinyir lagi sama pemerintah. Doa saya hanya satu, Mudah-mudahan penanganan ekonomi bisa lebih baik. Meskipun kita pesimis, namun turut mendoakan agar berhasil.