Mohon tunggu...
Salimun Abenanza
Salimun Abenanza Mohon Tunggu... Administrasi - di sini maka di sana

seorang anak dari negeri beruang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Papa, Si Pencari Koma

17 November 2017   22:45 Diperbarui: 17 November 2017   23:00 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. sumber: https://www.zazzle.com/yellow+stripes+light+switch+covers

Ada drama lagi. Dari aku yang kalian panggil PAPA!Kutabrakkan apa yang bisa membawaku kesana. Biar lebih gurih daripada MSG anak-anak zaman sekarang. Kalian olok-olok diriku. Lakukan sesuka kalian. 

***

Apakah yang membuat semuanya harus dimaafkan? Suara-suara yang memintaku pergi untuk segera dan merenggut banyak cerita yang sudah berada pada alur yang terindah. Indah? Iya, setidaknnya menurutku. Sebab aku sudah berkilah untuk pergi dan bebas dalam berbagai skenario cantik. Akan tetapi orang-orang itu mengejarku hingga di perbaringan rumah sakit yang kusulap dengan sedikit nestapa. Padahal aku berharap semua orang menilaiku sudah koma dan aku akan segera mati. Sayangnya keadaan koma tersebut berubah menjadi tanda lain yang kubenci. Mereka menggantinya dengan tanda tanya. Mengacungkan telunjuknya dalam berbagai opini di media massa. Jari-jari tengah mereka saling mengancam di kolom komentar media sosial. Tanda seru terpampang dalam beberapa jerat seolah aku hama yang harus segera diracuni. Padahal bukan itu yang kuinginkan. Aku hanya ingin mereka mengerti aku sedang dalam keadaan koma. Sakit yang parah dan harus dijenguk dengan paket buah-buahan dan karangan bunga. Tanpa kamera dan rombongan pencari berita.

Pertentangan koma dan berbagai tanda yang hendak kumaafkan hanya sebentar berdiri lalu hilang. Akan tetapi ia muncul lagi seolah tak penat untuk mengetuk pintu otakku. Layaknya penagih hutang tanda-tanda baca itu memintaku untuk mencari cara untuk segera berkilah lagi. Agar semua bisa dijelaskan, dipertangung-jawabkan. Bagi mereka semua harus berkeadilan sesuai dengan rasa kemanusiaan yang kuusung dalam pidato-pidato politikku. Bodohlah! Aku tak lagi mengerti cara berorasi untuk karena pilihanku sekarang hanya ranjang dan citra orang yang sedang sakit.Sekali lagi, aku hanya ingin semua orang melihat diriku yang gagah ini sedang koma. Terbaring sakit dan tak berdaya. Sehingga kata maaf dari kesengsaraan yang pernah kucipta lenyap segera. Mengambang bersama awan dan polusi ibukota yang kududuki dengan sangat bangga. Agar semua harta rampasanku aman bersama keluarga dan keluargaku yang duduk manis di haribaan sana. Baiklah, kalian pasti ingin mendengar kesaksianku atas tanda-tanda yang menggusurku itu. 

Kujawab para tanda tanya itu. Agar opini mereka tak lagi sibuk berkreasi dalam teori para akademisi di bidang hukum. Kujawab saja kalau aku itu memang sakit dan sudah koma. Tidakkah kalian bersimpati pada diriku yang sudah terlanjur dicap sebagai belut pengecut. Belut licin yang tak pernah bisa dimaafkan ini. Setidaknya untuk mengakhiri cerita ini. Lalu kubalas tanda seru yang memaksa status koma ku untuk pergi. Bayangkan kalian yang tak cuma bisa menyeru dan tak terperangkap dalam jeratan kejahatan kalian sendiri. Kalian enak bisa berseru ini dan itu lewat keypad telepon pintar kalian. Sedangkan aku, aku itu butuh kebebasan. Membawa hasil rampasan yang kuanggap adalah milikku. 

Tak perlu kalian berseru terlalu banyak. Kalau kalian jadi diriku, kalian mau apa? Sepintar dirikukah? Selicin badan gagahkukah? Tak kalian lihat raut wajahku yang berpendar lebih suci dari para pemuka agama? Sekali lagi aku hendak bertanya: apakah semuanya harus dimaafkan? Maka kujawab saja tak perlu, anggap saja aku koma, lalu mati untuk titik. Karena dari lubuk hatiku yang dalam aku ingin memulai hidupku lagi dari nol tanpa warna-warni bendera politik. Lihatlah kantong mataku yang semakin membesar. Disanalah kusimpan air mataku yang tak pernah kalian lihat. Karena aku gagah dan telah terlalu jahat bagi kalian. 

Jadi biarkan saja aku terbaring koma. Atau aku akan selalu kucari jalan untuk mencarinya. Terserah apakah aku berpura-pura atau setengah bersandiwara. Jadi jangan tukar lagi tanda bacaku itu.   

Yogyakarta,(Untuk para tanda) 17 November 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun