Cuaca dan suhu dingin yang cukup menusuk kulit dan tulang saat ini sedang dirasakan pula warga Toraja. Mentari bersinar seperti biasa, tapi dingin cukup terasa. Musim bediding adalah musim tahunan yang juga melanda Toraja.
Daerah geografis Toraja yang ada di pegunungan dan sebelumnya sudah dingin kini makin dingin. Ini adalah musim yang biasa setiap tahun. Hanya saja, beberapa tahun terakhir, musim bediding di Toraja seperti berminggu-minggu dan tak menentu.
Seperti kebiasaan orang Toraja sebagai orang gunung, memakai sarung sebagai penghangat tubuh adalah tradisi turun-temurun. Semua kalangan, dari anak=anak hingga lansia masih menjaga tradisi ini dengan baik.
Mengkalemu' atau membungkus badan dengan sarung adalah kebiasaan kami di wilayah Gandangbatu Sillanan dan Toraja pada umumnya saat menghadapi cuaca dingin. Peran sarung (sambu'/dodo) hampir sama dengan selimut tebal atau jaket, yakni penghangat badan. Anak-anak pun sangat menggemari bersembunyi dibalik balutan sarung orang tua saat kedinginan.
Sambil mengkalemu', seringkali dilengkapi dengan suguhan kawa (kopi tanpa gula) atau kopi panas. Semakin ke kampung dan pedalaman, suguhan tuak (minuman alkohol khas Toraja) akan banyak ditemukan dinikmati oleh kelompok-kelompok warga.Â
Minuman tuak tak bisa dipisahkan dari kehidupan keseharian orang Toraja. Di semua acara dan ritual adat, tuak pasti ada.Â
Di musim bediding, tuak berfungsi sebagai penghangat tubuh. Mengkalemu', minum kopi atau minum tuak sambil main domino dan bersenda gurau menjadi kegiatan harian penghangat suasana. Terutama oleh pemuda dan bapak-bapak.Â
Di sisi lain, musim bediding ternyata membawa dampak lain, yakni banyaknya warga terkena demam tiba-tiba. Saya pun mengalami hal yang sama. Dalam seminggu terakhir, saya mengalami demam tinggi. Tiupan angin tiap hari semakin membuata badan saya menggigil.Â
Ternyata, bukan hanya saya yang menderita demam. Banyak warga Toraja juga mengalami hak yang sama di musim bediding. Ada yang kena flu berat. Mengapa ini bisa terjadi?