Ada beberapa alasan mengapa pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) mungkin tidak jujur atau transparan mengenai gaji karyawan mereka. Hal ini seringkali bukan karena niat jahat, tetapi lebih kepada tantangan dan keterbatasan yang mereka hadapi. Beberapa alasan berikut ini bisa saja menjadi biang lalainya pelaku UMKM memperhatikan kesejahteraan karyawannya.
UMKM seringkali beroperasi dengan modal terbatas dan arus kas yang tidak stabil. Gaji adalah salah satu biaya terbesar bagi banyak bisnis. Jika pendapatan mereka tidak menentu, menjanjikan gaji yang tetap dan jujur bisa menjadi beban berat.Â
Ada kekhawatiran bahwa mereka tidak akan mampu membayar gaji yang dijanjikan jika bisnis sedang lesu, sehingga mereka mungkin enggan mengungkapkan angka pasti atau jujur sejak awal.
Di tengah persaingan ketat, UMKM selalu mencari cara untuk menekan biaya operasional. Gaji karyawan seringkali menjadi target utama. Dengan tidak jujur soal gaji, mereka mungkin mencoba untuk membayar di bawah standar pasar untuk mengurangi pengeluaran, menghindari negosiasi gaji yang lebih tinggi dengan karyawan potensial, dan menyembunyikan praktik pembayaran yang tidak sesuai dengan standar ketenagakerjaan.
Saya pernah bertanya kepada dua orang pekerja di tempat pembuatan tahu dan tempe. Ketika ditanya soal gaji, berat mereka menjawabnya. Mereka hanya tersenyum dan memberikan respon sederhana bahwa penghasilan mereka cukup untuk biaya makan. Padahal, mereka harus keliling setiap hari menjual tahu dan tempe dengan cara dipikul.
Pada kesempatan lain, ada pula pelaku UMKM yang menunjukkan tanggung jawab pada pekerjanya. Para pekerja di salah satu barbershop paling laris di Makale, Tana Toraja berujar bahwa penghasilan mereka didasarkan pada potongan persen dari setiap pelanggan yang datang. Semakin banyak pelanggan yang mereka layani, semakin besar pula penghasilannya.
Di sejumlah tempat, beberapa pelaku UMKM, terutama yang baru memulai, mungkin tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang regulasi ketenagakerjaan, termasuk upah minimum regional (UMR/UMK) atau standar gaji yang berlaku di industri mereka.
Ketidaktahuan ini bisa menyebabkan mereka menetapkan gaji sesuka hati atau bahkan di bawah standar, dan kemudian tidak jujur saat ditanya. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang regulasi dan standar saji.
Jika gaji setiap karyawan bervariasi, pelaku UMKM mungkin tidak jujur untuk menghindari kecemburuan atau ketidakpuasan di antara karyawan. Dengan menyembunyikan informasi gaji, mereka berharap dapat menghindari perbandingan dan potensi konflik internal.
Pemiliki UMKM pun seringkali memanfaatkan posisi tawar yang lemah karyawan. Terutama di daerah dengan tingkat pengangguran tinggi, karyawan seringkali memiliki posisi tawar yang lemah. Pelaku UMKM terkadang memanfaatkan kondisi ini untuk menawarkan gaji yang lebih rendah dari yang seharusnya, dan kemudian tidak transparan mengenai hal tersebut.