Mohon tunggu...
Ouda Saija
Ouda Saija Mohon Tunggu... Dosen - Seniman

A street photographer is a hitman on a run.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Hindari Sindrom "Ingin Beli Alat Baru" dalam Fotografi

16 September 2017   23:29 Diperbarui: 17 September 2017   17:07 2884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nikon AIS lawas dengan camera Fujifilm Xe1. Dokumentasi pribadi

Keinginan selalu lebih besar dan lebih kuat dorongannya daripada kebutuhan. Kadang kita terdorong untuk membeli sesuatu bukan karena kebutuhan tetapi semata-mata karena keinginan. Hal ini terjadi hampir pada setiap orang dan pada setiap kegiatan manusia modern. Dalam fotografi dikenal istilah sindrom GA atau GAS yang merupakan singkatan dari gear acquisition syndrom atau sindrom pembelian alat.

Lensa lawas dipadu kamera mirrorless baru. Dokumentasi pribadi
Lensa lawas dipadu kamera mirrorless baru. Dokumentasi pribadi
Keinginan membeli lensa baru adalah dorongan yang paling sering menyerang seorang fotografer. Apalagi bila seorang fotografer pehobi yang mengkhususkan diri pada area tertentu seperti potret, alam, street, dan lain sebagainya. Melalui tulisan ini saya ingin berbagi pengalaman bagaimana meredam sindrom GA.

Mengapa terjangkit GA

Sindrom GA (gear acquisition) atau kepemilikan alat baru adalah sesuatu yang normal. Orang normal selalu menginginkan alat yang lebih baru, meskipun barang itu belum tentu lebih baik dari yang sudah dimiliki. Demikian juga dengan keinginan memiliki lensa atau kamera baru. 

Setiap tahun pabrikan kamera dan lensa meluncurkan produk baru. Produk baru ini diiklankan dengan rayuan bahwa produk ini lebih canggih dari produk sebelumnya. Kalau tidak hati-hati kita akan tergiur dan membeli sesuatu yang kurang dibutuhkan dan menguras isi kantong.

Hasil jepretan lensa lawas 55mm, F/1,2. Dokumentasi pribadi
Hasil jepretan lensa lawas 55mm, F/1,2. Dokumentasi pribadi
Sindrom GA ini biasanya menyerang fotografer yang jarang mengangkat kamera dan menekan shutter. Seorang fotografer yang kebanyakan membaca atau menonton video review produk-produk fotografi terbaru. Bisa jadi kamera atau lensa yang dimiliki baru dipakai beberapa kali. Hasil fotonya masih blum bagus karena kurang latihan tetapi yang disalahkan adalah alatnya. Sehingga solusihya adalah membeli peralatan baru dengan anggapan bahwa alat baru akan menghasilkan foto yang lebih bagus.

Bagaimana meredam GA

Salah satu cara untuk mengurangi gejala sindrom GA adalah memotret. Jangan hanya duduk di depan laptop membaca dan menonton review. Ambil kamera dan mulailah memotret. Gunakan lensa dan camera yang sudah ada semaksimal mungkin. Tantanglah diri sendiri untuk membuat foto yang super bagus.

Hasil hunting bareng KFI Jogja. Dokumentasi pribadi
Hasil hunting bareng KFI Jogja. Dokumentasi pribadi
Ya, memotret adalah salah satu cara meredam GA sindrom atau bahkan mungkin satu-satunya cara. Jadi ketika beberapa waktu yang lalu gejala sindrom GA menyerang saya, saya mencari acara motret apa yang kira-kira bisa saya ikuti.

Saya berselancar di Instagram dengan tagar seperti #motretbareng #photohunt dan juga #huntingfoto. Saya menemukan sebuah acara motret bareng Komunitas Fotografi Indonesia cabang Yogyakarta. Saya bergabung dengan acara mereka yang bertema army.

Staf mahasiswa humas Universitas Sanata Dharma. Dokumentasi pribadi
Staf mahasiswa humas Universitas Sanata Dharma. Dokumentasi pribadi
Karena sindrom GA yang menyerang saya adalah keinginan membeli lensa potret maka saya bawa lensa potret vintage saya, Nikon AIS 55mm F/1,2. Ternyata hasilnya tak kalah tajam dengan lensa terbaru. Bokehnyapun sangat creamy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun