Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Cerita Harga yang Tidak Naik

22 September 2022   12:12 Diperbarui: 24 September 2022   05:03 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ngisi Pertalite biasa 10 ribu per botol. Ngisi Pertalite sekarang 12 ribu per botol. Pelanggannya banyak mulai dari bapak-bapak/ibu-ibu yang ingin mengantarkan anaknya sekolah. Para pejuang rupiah, pengantar belanja online. Para pengaspal jalan dan lorong, ojek online.

Lapak sederhana dari kayu itu menjual Pertalite. Botol bekas minuman ukuran satu setengah liter disusun berjejer. Isi penuh, satu setengah liter dihargai 17.000. Isi sekitar satu liter, dihargai 12.000.

Pangkalan Pertalite menempati ujung Jembatan Kuning yang memotong sungai yang alirannya dari Sungai Sahang sampai ke Sekanak Lambidaro. Strategis. Arah puncak sekuning ada TPU Puncak Sekuning. Ada SMA Negeri 2 Palembang. Ada dua SD Negeri yang letaknya berdekatan. Ada kantor Lurah Lorok Pakjo. Menyusuri sungai sekitar 300 meter ada pintu belakang Poltek Sriwijaya. Maju lagi sedikit ada Universitas Sriwijaya.

Setelah kenaikan BBM mencoba nongkrong di pangkalan Pertalite Jembatan Kuning. Pangkalan buka mulai dari pagi sampai jam 6 sore. Mereka yang ngisi rerata kalem tidak ada yang protes ketika harga 12 ribu dituliskan di lapak. Tahu sama tahu.

Ketika harga masih 7.650 dijual 10 ribu, pelanggan juga tidak marah, ngamuk. Protes, oh no. Mereka terima. Ketika dari SPBU harga Pertalite menjadi 10 ribu, harga jual ecer di lapak menjadi  12 ribu, pelanggan juga tidak keberatan. Entah, menggerutu dalam hati, entah menggerutu setelah ngisi. Entah, tidak ada yang tahu.  

Bagi peneliti lapangan, catatan lapangan ini sangat penting. Penting, sepenting mengajukan pertanyaan yang bikin orang emosi. Seorang Bapak paruh baya, ketika ditanya apakah keberatan dengan kenaikan Pertalite. Jawabannya sungguh membuat nyeri.
"Biarlah naik. Biar didemon (demo maksudnya) terus oleh mahasiswa," katanya.

Sang penjual tersenyum. Sang peneliti mencatatnya. Esoknya dan esoknya serta esoknya lagi ternyata si bapak yang bilang, "biar didemon" masih memilih membeli di lapak daripada di SPBU. Padahal kawasan sekitar ada tiga sampai empat SPBU terdekat.

Usut punya usut ternyata si bapak adalah pelanggan tetap. Sejak harga eceran lapak sebotol seliter dihargai 10 ribu, dia beli tanpa mengeluh. Kini setelah 12 ribu, mengeluh tetapi ya tetap memilih mengisi di lapak dibandingkan mengisi di SPBU.

Ada juga seorang bapak ketika ditanya mengenai kenaikan Pertalite di lapak dari 10 ribu menjadi 12 ribu. Jawabannya, "senyuman". Ketika ditanya kenaikan harga Pertalite yang dinaikkan Pemerintah dari 7.650 menjadi pas 10 ribu per liter, jawabannya, "dunia sedang tidak baik-baik saja. Semoga Indonesia baik-baik saja".

Lapak penjual Pertalite di sekitar kawasan Sungai Sahang memang tidak seragam. Perbedaannya cukup signifikan. Beda 1.000. Ada satu lapak yang menjual 13 ribu per liter. Cuma itu adalah harga pasar di perkampungan yang tidak bisa diatur oleh regulasi. Mereka bukan SPBU.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun