Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Mental Illness dari Jatuh Cinta

5 September 2020   13:09 Diperbarui: 5 September 2020   12:58 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tato tanda cinta gila I Foto: OtnasusidE

Pernah jatuh cinta. Pernah suka dengan perempuan atau lelaki. Pernah tertarik dengan lelaki atau perempuan. Wajar dan normal.

Pernah sakit hati. Pernah marah. Pernah cemburu. Pernah merasa dicampakan. Ahhh. Jatuh cinta itu berat. Kalau nggak kuat, lebih baik jomblo.

Itulah dunia. Jatuh cinta harus siap sakit hati. Bisa seminggu, sebulan, setahun bahkan bertahan menahun. Ada juga yang malah menutup hati atau malah mengumbar hati. Balas dendam, balas menyakiti orang lain. Ada juga yang cepat move on membuka hati.

Mohon sebelum melanjutkan membaca tulisan ini, perlu diingat bahwa yang nulis ini bukan psikolog apalagi psikiater. Penulis hanya suka membaca, menonton film, mendengarkan musik dan otak atik gathuk. Bagi yang mau, silahkan lanjut. Bagi yang tidak mau silahkan pilih tidak menarik.

Tulisan ini hanya untuk yang tidak serius dan hanya untuk membuka wawasan. Jauh dari serius, apalagi ilmiah.

Mari dilanjut. Arti cinta itu sangat relatif dan setiap individu berbeda satu sama lain begitu juga prosesnya sampai jadian. Apalagi cara nembaknya juga sangat berbeda. Tidak ada yang sama walau sebelumnya sudah direncanakan, mungkin curhat dulu dengan teman ataupun dengan kakak atau adik, tetapi selalu ada intrik dan perubahan di lapangan.

Setelah jadian, orang lain itu ada yang jadi property of. Ada yang nelpon sehari tiga kali. Syukurlah. 

Ada yang cuek bahkan pacarnya sampai mengajukan pertanyaan, "apakah kau tidak rindu aku?" Ada yang nelpon setiap jam. Ada yang kirim WA dan video call 24 jam sampai delapan kali.

Paling kentara adalah tagihan ataupun kebutuhan untuk komunikasi menjadi berlipat. Ada kecanduan untuk selalu mengetahui posisi serta lagi ngapain. Singkatnya ingin tahu segala-galanya.

Perlu diingat jatuh cinta ini mulai remaja sampai dewasa. Bahkan yang sudah tua, kakek nenek juga ada yang jatuh cinta lagi. Panah asmara itu tidak hanya menancap di hati non pejabat juga menancap di dada pejabat. Bisa selingkuh bisa juga tidak.

Kalau sudah begitu, dengan ciri begitu apakah orang jatuh cinta bisa disebut dengan sakit mental, gangguan kejiwaan alias mental illness? Stop. Jangan gitu dong! Kok langsung main label-labelin begitu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun