Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cara Berperang Melawan Jemu dari Covid-19

4 April 2020   13:38 Diperbarui: 4 April 2020   13:43 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapan-kapan naik lagi LRT Palembang. Gambar diambil sebelum wabah Covid 19 I Foto: OtnasusidE

Menunggu adalah pekerjaan yang sangat menjemukan. Menunggu sebuah keputusan dalam waktu satu sampai dua jam rasanya seperti berminggu-minggu. Rasa campur aduk. Keringat dingin mengucur. Lepas dari menunggu, apalagi kalau berberita baik maka semua jemu, lelah dan keringat dingin langsung sirna menjadi bahagia.

Di zaman serba digital dan semua orang bisa mengakses bahkan membagikan informasi melalui media sosial maka pertahanan diri alias kepala menampung informasi bisa jebol karena tonan kilobyte sehari dari berbagai platform membanjiri kepala. Bagi yang tak sanggup lebih baik matikan tv dan jaringan data.

Pandemi Covid 19 memang bikin greget. Jemari ini rasanya pusing kalau tidak menari di atas layar kaca smartphone ataupun keyboard, memberi suka, berkomentar dan membagikan. Benar atau salah pokoknya bagikan dulu.

Semalam dan pagi ini membuat dahi yang sudah berlipat jadi berlipat-berlipat. Semalam mendapat kiriman WA makanan yang bisa memusnahkan Covid 19. Salah satunya ada dandelion yang memiliki pH 22,7. Sebelum dibagikan mbok yo dicek dulu satu persatu benarkah begitu? Bisa dengan Mbah Google ataupun dengan teman yang diduga kuat memiliki pengetahuan untuk itu. Hasil dari webiste tempo.co informasi tersebut tidak akurat. Silahkan mampir di sini.

Pagi ini temanku ditegur dengan lembut di grup WA. “Alus nian e caro aku negur … beda kalo nyembur yang lain.” Gegaranya teman membagikan berkumur dengan garam bisa membunuh virus di tenggorokan sebelum masuk rongga dada.

Itu tanda kepanikan yang tidak disadari. Teman tercinta kalau panik gigit kuku atau memainkan pena ataupun pensil. Aku kalau panik makan. Jadi jangan heran ketika menunggu kelahiran sulung makan lenggang tiga, makan kapal selam empat, pempek campur 15. Itu mulai dari proses operasi sampai sang tercinta boleh dijenguk. Setelah semua usai dengan bahagia, baru terasa susah bernafas kekenyangan. Itu sekelumit cerita panik menjadi kalap ketika menunggu kelahiran anak.

Jadi kata kalem atau tenang itu, enak diucapkan susah dipraktekkan. Harus diakui, ini adalah tanjakan data dari rasa jemu dari menunggu rindu ke habitat normal. Hidup kan tidak datar, kadang nggeronjal-nggeronjal, kalau tidak menggelinjang-gelinjang, kalau datar ya tidak hidup.

Panik boleh tapi tetap waras. Kalau tidak pernah panik artinya zombie.

Wajar kalau semua orang mencari pelampiasan untuk melepas beban. Hanya saja jangan dilepas di tempat yang salah. Lepaslah di tempat yang benar. Lepaslah dengan cara yang benar. Lepaslah dengan cinta.

Lepaslah dengan membaca kitab suci. Memburu tenang dengan puji-pujian pada Sang Pencipta, pada Sang Pemberi Hidup, pagi dan malam hari. Berdiam diri dan mengintropeksi diri. Lanjut bisa bergaul dengan istri diselingi dengan bermain dengan anak. Berceritalah mengenai pengalaman kerja ataupun pengalaman membesarkan anak-anak.

Satu contoh, ingatkanlah bagaimana sulung pertama kali belajar main sepeda? Baru berhenti ketika bajaj berhenti di depan tempat kost dan langsung memeluk emaknya yang baru turun. Rindu ditinggal lebih dari 24 jam jaga karena mencari duit tambahan untuk bayar SPP.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun