Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Awas, Omongan Ibu Itu Asin

23 Desember 2019   18:08 Diperbarui: 23 Desember 2019   18:16 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


"Apa yang kau lakukan pada saat kecil, pasti akan dilakukan pula oleh anakmu? Apa yang kau lakukan pada ibumu, pasti akan dilakukan oleh anakmu padamu? Satu waktu ketika menjadi istri, jadilah istri yang baik. Asuhlah anakmu dengan penuh cinta dan Iman."

Itulah pitutur ibunya yang terus terngiang dalam alam bawah sadar Chin. Itulah ketakutan Chin. Pitutur ibunya terngiang ketika sang anak berumur lima tahun. Lalu apa yang salah dengan itu?

Chin itu waktu kecil suka membareti mobil orang ketika pulang sekolah. Chin kalau hujan suka menyirami mobil yang parkir dengan air got yang meluap di jalan. Chin suka mengganggu jambu tetangga yang menjorok ke jalan. Chin suka minta dibelikan Majalah Bobo secara rahasia kepada ayahnya. Chin malas masak. Chin pandai bersilat lidah. Chin juga tidak bisa memendam rasa tidak suka pada orang. Apalagi kalau itu menyangkut standar pekerjaan dan kejujuran.

Sewaktu taman kanak-kanak Chin dibuat terkejut ketika anak lelakinya berkata, "anggur itu enak". Es krim itu sepertinya enak kalau dinikmati siang hari panas begini". "Kalau ada duit nanti bolehlah aku dibelikan sepatu bagus".

Bicara anak TK itu sungguh membuat hati remuk redam. Chin merasa sangat  receh  kalau ada lagi mata uang yang lebih rendah dari receh boleh juga seperti  sen  di USA.  Trenyuh.  Cuma hanya disimpan dalam hati.  Lah  memang kenyataannya adalah lagi nggak ada duit lebih.

Semua pas. Harus kejam karena setiap enam bulan (Desember dan Agustus) menunggu untuk bayaran SPP kuliah. Harus pandai menggigit bibir. Harus pandai menelan ludah.

Doa yang dilantunkan setiap pagi dari dulu adalah bersyukur atas karunia kesehatan dan juga rezeki yang telah diberikan Tuhan. Meminta perlindungan Tuhan agar dijauhkan dari balak dan celaka. Meminta pada Tuhan agar selalu digerakkan hati untuk menolong sesama tanpa memandang Suku Agama dan Ras serta jenis kelamin.

Kalau sakit apa tidak kocar kacir karena uang pas. Bisa-bisa tabungan SPP termakan. Tuhan memang selalu mendengarkan doa umatnya. Anak-anak ketika Chin sekolah tidak ada yang sakit yang parah, apalagi sampai masuk rumah sakit. Batuk pilek demam biasa itupun obatnya adalah memenuhi keinginan anaknya yang sederhana seperti makan bakso, beli es krim, ataupun beli kaos celana yang murah meriah.

Anak laki-lakinya pernah pulang sekolah dengan sepatu jebol. Kebetulan yang menjemputnya adalah suaminya. Sang suami tersenyum kecut. Pasti habis main bola di lapangan tengah sekolah pikir bapaknya. Sulung memang suka menendang apapun yang ada di jalanan sama seperti emaknya ketika masih kecil.

"Eh ada  buaya  keluar dari sepatu," canda bapaknya. "Ini bukan  buaya.  Ini jempol aku," kata si anak sambil ketawa. Bapaknya yang mendengar jawaban anaknya pun tertawa ngakak padahal hati diiris sembilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun