Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kill With The Ballot

15 Juli 2019   12:00 Diperbarui: 15 Juli 2019   12:29 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Warung kopi di kawasan Cikini menjadi saksi malam itu. Ternyata lelaki itu sangat supel. Makanan yang dipesan pun Indonesia banget. Makannya mengikuti tata cara makan yang benar berkebalikan dengan diriku.

"Dirimu hebat di dunia maya tetapi kenapa anda tak bisa mewujudkan secara nyata kehebatan anda dalam dunia nyata?," tanyaku sambil menatapnya.

Tersenyum. "Aku hanya ingin hidup di dunia maya. Dunia nyata urusan mereka yang menyewa diriku," katanya.

"Sayang dong. Dirimu bisa menjadi  king maker  atau justru menjadi  king  yang sesungguhnya".

"Aku senang kemisteriusan. Biarlah itu urusan mereka. Mereka seharusnya berpikir. Menang di maya belum tentu menang di nyata".

"Kini semuanya sudah berakhir. Kita harus mengikuti tata aturan yang berlaku di dunia nyata. Walau dalam dunia kami sepertinya tidak ada aturan, justru tidak adanya aturan itu aturan. Bisa lebih kejam di dunia kami daripada di dunia nyata," ungkapnya tanpa melanjutkan sambil menyeruput kopi.

"Empat tahun lagi pemilihan. Semestinya mereka berpikir dan mengeksekusi program di dunia nyata untuk menang. Percuma menumbangkan lawan politik di dunia maya. Menumbangkan lawan politik itu di dunia nyata. Bisakah kau membantuku?," kata lelaki pemilik kecerdasan buatan.

Aku terkejut dengan permohonannya. Sebanyak 50 negara bagian harus digarap dalam 4 tahun. Waktunya terlihat lama tetapi untuk urusan politik itu sangat singkat.

"Apakah kau punya pelurunya?," lanjutnya.

"The ballot.  Kill with the ballot," ujarku.

Kami bersalaman. Dia berjalan kaki mengarah ke Tugu Tani sedangkan aku berjalan kaki mengarah ke Taman Ismail Marzuki. Malam yang semarak. Sesemarak pikiranku yang kacau menerima permintaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun