Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ketika Semua Ingin Menang Pilkada

20 Maret 2018   08:52 Diperbarui: 20 Maret 2018   09:43 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gado-gado si pengeluar liurku I Foto: Dokumentasi Pribadi

Beberapa hari lalu, aku turun gunung. Melarikan diri dari kebun. Kangen baca Kompas, koran nasional yang satu-satunya tiba di Punggung Bukit Barisan masih pagi. Kangen kumpul dengan teman-teman ngobrol di warung sambil makan mie instan, pisang goreng dan tape goreng.

Wabah tahun politik 2018 juga mewabah di Punggung Bukit Barisan Sumatra. Asik ngobrol mengenai sepak terjang tim sukses.

"Hampir tiap hari Kakak dia datang. Ngomongin jagonya. Pokoknya jagonya itu hebat. Ini itu dulunya. Kalau hanya ngurus pemerintahan ini bisalah. Orangnya baik. Royal dan juga ringan tangan, mau menolong siapa saja," kata seorang teman sambil menyeruput kopi hitam.

Aku hari ini memilih untuk mencicipi teh hitam Gunung Dempo yang berkualitas ekspor. Teh gunung dempo memang sebagian besar diperuntukkan ekspor.

Uap panas terlihat terbang menari, aku menunggu kurang lebih sekitar tiga menit dan teh pun menjadi hangat. Lidah mencecap sedikit pahit. Hidungku seakan tak ingin melepaskan uap teh yang wangi yang menurutku sensasional.

Seorang temanku pernah mengungkapkan kopi pun disedot uapnya. Jangan-jangan diriku jin yang hanya memakan saripati. Gemas, aku pun berpura-pura akan menyedot ubun-ubunnya. Gelak tawa pun pecah.

Sekitar pukul pukul 12.15 seorang teman kami datang. Teman ini merupakan tokoh masyarakat yang dihormati oleh warga.

"Dinda turun juga akhirnya. Kangen ya. Sudah hari ini aku yang jadi bandar ya," ujarnya sambil melihatku.

Memang aku dua atau tiga minggu sekali baru turun gunung. Membeli kebutuhan pokok, gula, teh, garam dan beras. Kalau bumbu dapur sudah ditanam di sekeliling pondok. Kalau kopi diberi tetangga di kebun. Membeli pulsa dan kuota data hampir tidak pernah karena lebih sering dikirim oleh sang istri tercinta.

Tokoh ini sambil menyeruput kopi hitam mengungkapkan kegundahannya. Kami yang tadi duduk berjauhan di warung akhirnya memilih berkumpul di luar warung dan berkumpul di bale bambu.

Pesanan makanan berat, mulai dari nasi pindang, nasi ikan goreng, nasi ayam opor mulai berdatangan. Aku gado-gado. Sepiring gado-gado, empat tempe goreng dan secumpuk nasi yang biasanya kulahap cepat akhirnya hanya kuletakkan di atas tumpukan koran. Ini menu yang sangat-sangat-sangat membuat liurku keluar akhirnya kutelan balik. Aku penasaran dengan informasi terbaru dari si tokoh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun