Siang tadi aku mendapat kiriman foto seorang aparatur sipil negara (ASN) yang berfoto bareng dengan calon wakil bupati dan pendukungnya. Calon wakil bupati dan pendukungnya tersebut mengangkat jari sesuai dengan nomor urut calon wakil bupati tersebut. ASN yang kebetulan pejabat eselon itu memang tidak mengangkat jari seperti yang lainnya dalam foto tersebut.
Agak miris dengan kejadian ini. Apakah ASN yang kebetulan pejabat itu tidak membaca aturan ataupun surat-surat edaran yang sudah dikeluarkan oleh Pemerintah, Komisi ASN, dan Menpan RB? Jawabnya aku tak tahu yang tahu ya. Hanya diri ASN yang bersangkutan yang paham.
Padahal aturan tersebut sudah jelas. Sudah jelas dan sejelasnya kalau ASN itu diimbau netral dalam politik, mulai dari Pilkada, Pemilihan Legislatif hingga ke Pemilihan Presiden/Wakil Presiden.
Apakah dengan peraturan tersebut hak politik ASN dicabut atau dilanggar? Jawabannya tidak, karena mereka masih bisa ikut nyoblos di Pilkada, Pemilihan Legislatif, dan Pemilihan Presiden. Hanya, karena mereka adalah pelayan publik, mereka tidak diizinkan berafiliasi dengan kelompok ataupun kepentingan dan juga partai politik tertentu. Mereka harus netral dalam melayani masyarakat kecuali kalau mereka sudah mengundurkan diri ataupun pensiun dari ASN.
Lalu bagaimana dengan lelang jabatan? Jangan bicara teori silahkan lihat di lapangan. Walau demikian ini tidak seluruhnya.
Kembali ke ASN yang berfoto yang diduga tahu aturan tetapi pura-pura tak tahu aturan. Paling tidak ini fenomena gunung es, yang tampak di permukaan hanya puncaknya saja sedangkan dasarnya lebih besar lagi.
ASN bisa jadi belajar dari atasannya. Lihat lah di berbagai berita, atasan ASN, bisa bupati, wali kota, gubernur, bila ada kebijakannya yang dikritisi oleh pihak-pihak tertentu, jawaban ngelesnya adalah, "Saya belum menerima pemberitahuannya, belum menerima suratnya, belum dengar. Nanti saya cek dengan petugas yang berwenang".
Jawaban imajiner si ASN kira-kira begini, "Saya diundang. Ada undangan resminya. Saya kan pamong, jadi harus ngemong warga saya. Kalau saya diudang oleh calon mana pun saya akan datang. Saya kan tidak mengangkat jari seperti calon bupati, calon wakil bupati serta simpatisannya. Saya hanya berfoto dengan mereka".
Jawaban imajiner lainnya adalah, "Saya tidak tahu adanya aturan tersebut".
Satu lagi yang menurutku keren adalah Menpan RB juga mengeluarkan surat bernomor B/36/M.SM.00.00/2018 tertanggal 2 Februari 2018 ketentuan bagi ASN yang Suami atau Istrinya menjadi Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Calon Anggota Legislatif dan Calon Presiden/Wakil Presiden. Di situ dijelaskan dan sangat jelas alias terang benderang mengenai aturan ASN yang suami ataupun istrinya nyalon Pilkada dan Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden/Wakil Presiden.