Disodorkannya roti dengan abon sapi lalu teh diletakkannya di hadapanku.
“Silahkan!”
Kembali aku makan roti dengan lahap. Lagipula aku tadi pagi tidak sarapan. Teh pun kuseruput. Baru kali ini aku minum teh dengan cangkir resmi. Biasanya juga minum es teh manis dengan selalu memilih gelas besar.
“Terima kasih. Ada apakah dirimu mengundangku?”.
“Memberimu telur setengah matang yang hangat”.
Aku terpana. Terdiam. Tanganku gemetar ketika memegang tatakan gelas teh.
“Jangan tremor begitu,” katanya sambil tersenyum.
“Oo... aa... ee... mm.... Jangkrik !” kataku.
Dan dengan wajah tanpa dosa, merekah sebuah senyuman di bibir indah sang penari sambil satu tangannya menahan dagunya yang seksi.
“Bagaimana ? Susah kan jatuh cinta. Baru tiga bulan”.
Aku terdiam.